Kisah Perwira Intelijen Soviet Jadi Muslim dan Afghanistan
Kisah seorang perwira intelijen Soviet menjadi Muslim dan Afghanistan.
REPUBLIKA.CO.ID, HERAT -- Pada 1980-an, seorang personel militer Uni Soviet, Sherefovic Hakimov bertempur bersama pasukan Komunis Soviet melawan mujahidin Afghanistan. Akan tetapi hidup Hakimov berubah secara mendasar setelah menjadi tawanan perang.
Sherefovic Hakimov yang berusia 56 tahun, tidak lagi mengidentifikasi dirinya sebagai orang Rusia. Dia sekarang tinggal di kota Herat Afghanistan sebagai seorang Muslim dan seorang Afghanistan.
Pada 1987, sebagai bagian dari pasukan invasi Uni Soviet, ia menjadi tawanan perang. Sementara saudaranya, Alexandre, adalah seorang wakil Rusia di parlemen negara itu, dan saudara perempuannya, Mabuba, bekerja sebagai penasihat militer Soviet. Orang tuanya juga pejabat tinggi di tentara Soviet. Kemudian Ayahnya, seorang etnis Armenia, adalah seorang jenderal dan ibunya, seorang Yahudi Ukraina, bekerja untuk intelijen Soviet.
“Ada sekitar 120 tentara Soviet yang hilang, dan Hakimov adalah salah satunya,” kata koresponden Kabul Anadolu Agency, Bilal Guler yang melakukan wawancara ekstensif dengan Hakimov di Herat, Afghanistan barat, dilansir dari laman TRT World pada Kamis (17/2/2022).
“Tidak ada informasi konkret tentang tentara Soviet yang hilang itu, dan tidak satupun dari mereka tampaknya dapat kembali ke Soviet atau Rusia saat ini. Tidak jelas apa yang terjadi pada mereka,” kata Guler.
Di antaranya Hakimov punya cerita unik. "Mereka menyuruh saya untuk menjadi seorang Muslim. Mereka juga mendorong saya untuk mengatakan 'La ilaha illallah Muhammad Rasulullah,'" kata Hakimov, yang juga menggunakan nama angkatnya, Sheikh Abdullah.
Adapun “La ilaha illallah Muhammad Rasulullah”, yang berarti “tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah nabi-Nya”, dianggap sebagai pernyataan kepercayaan dalam Islam. Dengan mengucapkan kata-kata ini, seorang non-Muslim dapat masuk Islam dan menjadi seorang Muslim.
“Saya pikir Muhammad akan datang dan menentukan apa yang harus dilakukan dengan saya, dan bahwa dia adalah hakim atau pemimpin (Mujahidin) ini,” kata Hakimov, mengingat perasaannya saat itu.
Sementara Hakimov tidak menjadi seorang Muslim sampai ia bermimpi di mana seorang pria berjanggut putih juga menasihatinya untuk masuk Islam. Setelah itu, ia memutuskan untuk mengadopsi agama Islam dan budaya Afghanistan.
"Saya telah berada di Afghanistan selama hampir 40 tahun. Saya orang Afghanistan sekarang. Saya memiliki kewarganegaraan Afghanistan. Saya sekarang seorang Muslim. Saya bukan orang Rusia. Saya bukan milik orang Rusia," kata Hakimov.
Baca juga : Khutbah Jumat: Pribadi yang Menggembirakan
Saat ini Mantan tentara Soviet itu berpakaian seperti orang Afghanistan dan fasih berbahasa Pashto dan Persia, dua bahasa dominan di Afghanistan. Hakimov juga berteman baik dengan mantan musuhnya, Katali.
"Dia adalah musuh kami saat itu. Kami juga musuhnya. Jika kami menangkapnya, kami akan mengeksekusinya. Jika kami jatuh ke tangannya, mungkin dia akan mengeksekusi kami," kata Hakimov.
"Kami menjadi teman setelah saya masuk Islam. Saya menjadi karyawan dan putranya. Dia menikahkan saya. Dia memberi (saya) sebuah rumah," lanjutnya.
Ketika dia berusia 25 tahun, Hakimov menikahi seorang wanita Afghanistan, yang meninggal saat melahirkan seorang gadis bernama Menice. Istri keduanya juga meninggal karena kanker perut tahun lalu.
"Setelah istri saya meninggal, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi." Dia mengunjungi makam istrinya setiap hari untuk mendoakannya.
Hakimov menderita kehilangan ingatan dan penyakit lain akibat cedera masa lalunya. Dia juga telah kehilangan paspor Soviet dan barang-barang miliknya, termasuk foto-foto anggota keluarganya.
Baca juga : Australia akan Cantumkan Hamas Sebagai Organisasi Teroris
Bahasa Rusianya menjadi berkarat seiring waktu, dan karena kondisi kesehatannya, dia telah melupakan banyak kata dan frasa. Namun, dia masih menguasai bahasa Armenia asalnya dengan baik.
Kedua orang tuanya sudah meninggal. Jauh dari saudara-saudaranya selama beberapa dekade telah membebani mentalnya. Ia begitu merindukan kakak dan adiknya.
"Kami adalah manusia. Mustahil untuk tidak merindukan (mereka)," katanya, mengungkapkan keinginannya untuk melihat mereka. Terakhir kali dia berbicara dengan saudara perempuannya melalui telepon yakni dua tahun lalu.
Meskipun dia sadar bahwa banyak penyakitnya dapat diobati di Rusia, dia masih tidak yakin bagaimana pemerintah akan memperlakukannya jika dia kembali.
Akan tetapi Guler percaya bahwa jika salah satu saudaranya mengunjunginya di Afghanistan, dia mungkin merasa terdorong untuk pergi ke Rusia. “Saya pikir dia merasa ditinggalkan oleh keluarga,” kata Guler.
“Kebijakan Rusia berbeda. Memang benar, mereka bilang mereka memaafkan kita. Tapi salah satu dari kami pergi ke Rusia dan ditangkap. Dia melarikan diri dari sana dan kembali ke Afghanistan. Jika Rusia tidak menangkapnya, kami semua akan pergi," kata Hakimov.
Hakimov takut jika dia kembali ke Rusia, dia mungkin akan menghadapi pembalasan juga. “Saya tidak ditahan di sini. Mereka (Rusia) mengatakan mengapa Anda menyerah. Kami mengatakan bahwa kami tidak menyerah. Kami terluka dan tetap tinggal. Kami jatuh ke tangan mujahidin,” kata Hakimov.
“Butuh waktu lama untuk menyadari bahwa kami adalah tahanan dan tidak menyerah,” lanjutnya.
Delegasi yang berbeda dari PBB ke Uzbekistan dan Rusia mengunjunginya berkali-kali untuk membantunya meninggalkan Afghanistan, tetapi dia menolak untuk melakukannya. Hakimov tidak yakin apakah pemerintah Rusia dapat memahami keadaan yang menyebabkan penangkapannya. Dalam beberapa kesempatan, Hakimov bahkan melatih para mujahidin untuk berperang melawan Soviet.
Pada 1989, dua tahun setelah penawanan Hakimov, Soviet meninggalkan Afghanistan. Namun setelah itu, perebutan kekuasaan internal mencengkeram Afghanistan sampai Taliban muncul sebagai pemenang pada 1995. Namun, kekuasaan Taliban juga terputus pada 2001 setelah serangan 11 September di AS dengan invasi Amerika.
“Sejak penarikan Soviet, Hakimov telah menarik diri dari konflik bersenjata tidak berjuang untuk kelompok Afghanistan mana pun. Kesehatannya juga tidak memungkinkan dia untuk terlibat dalam pertempuran apa pun,” kata Guler.
Hakimov telah bekerja untuk museum perang Herat. Di tempat itu persenjataan bekas Soviet seperti tank dan senjata lainnya dipamerkan di samping foto-foto tentara Soviet yang hilang. Selama wawancara Anadolu Agency dengannya di museum, anggota Taliban yang berkuasa di Afghanistan berbaris untuk mengambil foto dengan Hakimov.
“Saya dari Afghanistan. Jika Soviet (Rusia) menyerang dan menduduki Afghanistan lagi, saya akan menyerang mereka dengan tank buatan Rusia dari Uni Soviet ini,” katanya sambil menunjuk salah satu tank era Soviet di museum.
"Saya akan menyerang mereka dengan senjata mereka sendiri," lanjutnya.