Yuddy Chrisnandi: Indonesia Perlu Segera Bersuara Terkait Krisis Ukraina
Menyuarakan perdamaian merupakan amanat konstitusi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan duta besar RI untuk Ukraina Yuddy Chrisnandi menyebut pemerintah Indonesia bisa mengambil langkah-langkah inisiatif menengahi konflik bersenjata Ukraina dan Rusia. “Yang paling utama adalah menghentikan serangan dan peperangan,” kata dia dalam acara diskusi "Posisi Ukraina Pada Konflik Bersenjata dengan Rusia", Jumat (25/2/2022).
Yuddy menjelaskan Indonesia dengan prinsip-prinsip kedaulatan suatu bangsa, perdamaian dunia, kemanusiaan, serta kedudukannya sangat mungkin untuk menyampaikan hal itu kepada Presiden Vladimir Putin, sekalipun belum tentu memenuhi harapan. “Tetapi, setidak-tidaknya kita sudah mengambil peran itu, sudah melakukan upaya yang diharapkan oleh dunia khususnya Ukraina dan negara-negara lain yang cinta damai. Kita sudah melaksanakan amanat konstitusi kita,” ujar Yuddy.
Selain itu, dia beranggapan Indonesia bisa mengirimkan menteri luar negeri menemui sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengambil inisiatif dilakukannya sidang khusus atau sidang istimewa di majelis umum PBB. Sidang istimewa diadakan membahas masalah ini, untuk secara bersama-sama seluruh bangsa memberikan sanksi tegas menghentikan serangan Rusia.
“Kalau dibawa ke majelis umum akan memiliki peluang, lebih dari 164 negara itu mendukung Ukraina dan menentang okupasi Rusia di Krimea, termasuk Indonesia berada di dalamnya,” kata dia.
Yuddy menganggap Indonesia perlu segera bersuara atau minimal bersuara ada prinsip hukum internasiona yang dilanggar Rusia. Setelah itu, Indonesia bisa mengirim misi diplomasi berbarengan dengan misi kemanusiaan untuk Ukraina.
Apalagi, Indonesia merupakan Presiden G20, di mana di dalamnya ada Rusia, Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, dan negara besar lain yang berkepentingan dengan ketertiban dunia. Yuddy menyebut Indonesia memiliki momentum yang sangat kuat dalam permasalahan ini.
“Indonesia berada dalam momentum sangat strategis untuk memainkan perannya sebagai mediator perdamaian dunia yang jelas-jelas serangan sedang mengancam dunia,” ujar Yuddy.
Yuddy menjelaskan konflik bersenjata Rusia dan Ukraina akan berakibat terhadap neraca perdagangan Indonesia dengan seluruh dunia pasti terganggu. Yang terganggu adalah devisa perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina dan devisa Indonesia dengan Rusia.
Ekspor terbesar Indonesia, yaitu kelapa sawit itu hampir lebih dari 90 persen ke pelabuhan laut terbesar di Ukraina yang merupakan satu-satunya hub laut untuk perekonomian dari negara-negara lain masuk wilayah pasar Ukraina dan Eropa Barat. Belum lagi bursa saham yang saat ini jatuh, harga minyak naik di atas 105 dolar AS per barel, harga bahan energi gas naik, yang lama-lama akan menjadi sebuah krisis energi dunia.
“Jadi, krisis yang akan dihadapi oleh dunia ini tidak perlu menunggu waktu yang lama, apabila dunia membiarkan tindakan Rusia menyerang Ukraina ini berlarut-larut. Jadi harus ada sebuah tindakan multilateral yang dilakukan masyarakat pencinta damai, termasuk Indonesia untuk segera menghentikan perang ini,” kata Yuddy.
Dari sisi masyarakat Indonesia, warga negara bisa mengambil inisiatif, seperti menunjukkan rasa solidaritas kemanusiaan, rasa solidaritas penghormatan pada hukum internasional dengan memprotes menyuarakan aspirasi kepada perwakilan Rusia yang ada di Indonesia. Masyarakat juga bisa menghimpun bantuan obat-obatan atau kemanusiaan lainnya yang diperlukan warga Ukraina.