Kena Covid-19 Dua Kali, Apa Gunanya Divaksinasi?

Kabar orang kena Covid-19 lagi bikin sebagian orang ragu untuk melengkapi dosis vaksi

Republika/Thoudy Badai
Jika sudah divaksin kedua masih kena covid, lalu apa manfaatnya?. Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin booster. (ilustrasi)
Red: Joko Sadewo

Oleh : Reiny Dwinanda, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Kasus orang-orang yang positif Covid-19 meskipun sudah mendapatkan dua dosis vaksin plus dosis booster terus terjadi. Bahkan, sejak varian omicron mendominasi, makin sering terdengar kabar orang kena Covid-19 dua kali.


Soal perlunya vaksinasi, sampai sekarang masyarakat masih terbelah. Di saat sebagian orang beramai-ramai antre untuk divaksinasi, sebagian lain masih mempertanyakan: "kalau masih bisa terinfeksi lalu apa gunanya divaksinasi?".

Selagi orang masih bertanya-tanya soal itu, kabar adanya 2,4 juta warga harus mengulang vaksinasinya juga menjadi viral dengan diiringi narasi negatif. Insiden-insiden itu harus segera dijelaskan dengan segamblang mungkin agar tidak sampai membuat makin banyak orang enggan melengkapi dosis vaksinasinya.

Kalau tidak, PR pemerintah dan tenaga kesehatan jadinya semakin berat dalam mengendalikan wabah. Di samping itu, titah presiden agar risiko kematian lansia dan pengidap komorbid ditekan akan menjadi langkah "memadamkan kebakaran" alih-alih "mencegah kebakaran" kalau strateginya hanya mengandalkan pemberian perawatan yang lebih cepat kepada lansia dan penderita komorbid, tanpa memperluas cakupan vaksinasi.

Apalagi, kasus kematian akibat Covid-19 paling banyak terjadi pada masyarakat yang belum divaksinasi atau belum melengkapi vaksin dosis primer.

Selama ini, kekhawatiran kedua kelompok rentan tersebut utamanya seputar keamanan vaksin dan efek sampingnya. Belum lagi sukses meyakinkan mereka, kini beban edukasi bertambah seiring dengan munculnya kasus-kasus Covid-19 pada yang sudah mendapatkan vaksinasi plus booster serta "mengulang vaksin dari dosis pertama". 

Seolah masalah masih kurang berat, perwakilan pemerintah masih saja mengeluarkan narasi-narasi yang bisa mengecoh persepsi publik soal pengendalian Covid-19. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat bilang aman untuk jalan-jalan selama menerapkan protokol kesehatan. Ucapannya ditujukan kepada orang yang sudah divaksinasi dosis lengkap-booster, dan tak ada komorbid.

Luhut juga menyebut, infeksi omicron ringan. Bahayanya cuma dua kali lipat flu. Padahal, kita sedang berhadapan dengan varian omicron yang lebih menular, lebih mungkin menimbulkan reinfeksi, dan membuat kemanjuran vaksin-booster menurun.

Bagaimana kalau yang sehat tadi kena Covid-19 namun tak bergejala lalu tanpa sadar menularkannya kepada kelompok rentan?  Tambah ruwet kan...

Kalau kita cermati satu per satu, vaksin Covid-19 yang ada saat ini, memang tak ada yang 100 persen manjur melindungi dari infeksi SARS-CoV-2. Tujuan vaksinasi plus booster sebetulnya untuk menghindari orang dari gejala parah dan menekan risiko kematian akibat Covid-19. 

Baca juga : PPKM Diperpanjang, Tujuh Daerah di Jawa-Bali Level 4

Itu sebabnya kita butuh lapisan perlindungan lainnya untuk meminimalisasi penularan. Misalnya dengan tidak jalan-jalan dan adanya pengetesan serta pelacakan kasus yang lebih banyak di masyarakat.

Faktanya, Covid-19 kini tengah meluas di luar Jakarta. Setelah mengumumkan penurunan kasus dari pertengahan Februari (16/2/2022), situasinya berubah drastis Selasa (22/2/2022) dengan 57.491 kasus baru. Sehari sebelumnya, ada 34.418 kasus Covid-19.

Epidemiolog khawatir kasusnya bisa ping-pong ke sana-sini. Kalau terus begini, kapan kita keluar dari pandemi?

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler