Biden Bersumpah akan Buat Putin dan Militernya Menderita
Biden menegaskan sikap AS yang bersama aliansi NATO menentang agresi Rusia.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bersumpah bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan membayar dengan waktu lama setelah menyerang Ukraina. Biden menyampaikan itu saat pidato kenegaraan pertamanya yang menekankan tekad aliansi Barat mempersenjatai kembali militer Ukraina.
"Meskipun dia mungkin mendapat keuntungan di medan perang, dia akan membayar harga tinggi yang berkelanjutan dalam jangka panjang," kata Biden dalam pidato kenegaraan pertamanya, Selasa (1/3) waktu setempat. "Dia tidak tahu apa yang akan terjadi," kata presiden AS.
Biden mengatakan, Putin terisolasi di dunia lebih dari yang pernah dialami sebelumnya. "Sepanjang sejarah kami, kami telah mempelajari pelajaran ini–ketika diktator tidak membayar harga untuk agresi mereka, mereka menyebabkan lebih banyak kekacauan," kata Biden.
Biden berbicara di hadapan Kongres pada hari keenam invasi Rusia ke tetangganya di Eropa. Ibu kota Kiev kini bergejolak menatap tank-tank Rusia yang berpotensi bersiap mengambil alih ibu kota Ukraina.
Dalam pidatonya juga, Biden mengumumkan langkah baru yang melarang penerbangan Rusia menggunakan wilayah udara Amerika. Dia juga mengisyaratkan langkah-langkah untuk melumpuhkan militer Rusia di masa depan, bahkan ketika presiden mengakui langkah itu bisa saja dilihat lebih banyak keuntungan dalam beberapa jam mendatang. "Kami mencekik akses Rusia ke teknologi yang akan melemahkan kekuatan ekonominya dan melemahkan militernya selama bertahun-tahun yang akan datang," katanya.
"Ketika sejarah era ini ditulis, perang Putin di Ukraina akan membuat Rusia lebih lemah dan seluruh dunia lebih kuat," katanya.
Biden menolak partisipasi militer AS secara langsung di Ukraina. Namun, Pemerintah AS telah berbagi informasi intelijen tentang operasi Rusia.
AS juga memimpin dunia dalam memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi bersejarah terhadap pemerintahan Putin, sekutu dan bank terbesar negara itu. Hampir sepekan sejak pasukan Rusia menyerbu perbatasan, mereka belum merebut satu kota besar Ukraina. Militer Rusia mengalami perlawanan yang jauh lebih sengit dari yang mereka duga.