Rusia Serang Ukraina, Dewan Kota Mariupol: Kami Sedang Dihancurkan
Kota Mariupol di Ukraina terus dibombardir pasukan Rusia.
REPUBLIKA.CO.ID, LVIV -- Dewan Kota Mariupol, Ukraina mengungkapkan bahwa pasukan Rusia terus-menerus membombardir kotanya. Dewan mengatakan, Rusia sengaja menargetkan infrastruktur sipil vital di pelabuhan Ukraina tenggara.
Serangan Rusia telah melumpuhkan aliran air, tiang pemancar siaran TV, dan listrik kota tersebut. Rusia juga menghalangi pengiriman pasokan kebutuhan maupun evakuasi warga.
"Mereka menghancurkan pasokan makanan, mengepung kami, seperti di Leningrad dulu," kata Dewan lewat pernyataan.
Dewan mengibaratkan serangan Rusia saat ini seperti peristiwa Siege of Leningrad, yakni pengepungan Nazi Jerman di kota Soviet--yang sekarang dikenal sebagai St Petersburg--selama Perang Dunia II. Sekitar 1,5 juta orang meninggal dalam pengepungan selama lebih dari dua tahun tersebut.
"Sengaja, selama tujuh hari, mereka menghancurkan infrastruktur pendukung kehidupan kritis (Mariupol). Kami tidak lagi memilik penerangan, air, dan pemancar," kata dewan.
Pihak dewan mengaku sedang berupaya membuat koridor kemanusiaan untuk Mariupol. Mereka juga berusaha untuk memperbaiki infrastruktur.
"Mariupol masih membara. Kaum perempuan, anak-anak dan lansia menderita. Kami sedang dihancurkan sebagai sebuah negara. Ini adalah genosida rakyat Ukraina," katanya.
Sementara itu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengirim tim pendahulu ke Ukraina pada Kamis (3/3/2022) untuk mulai menyelidiki dugaan kejahatan perang. Mereka berangkat dari Den Haag beberapa jam setelah Jaksa Karim Khan mengumumkan bahwa dia akan mulai mengumpulkan bukti kejahatan perang terkait krisis Rusia-Ukraina.
"Kemarin saya membentuk tim dan hari ini mereka pergi ke wilayah itu," kata Khan.
Khan mengatakan, ICC akan menyelidiki dugaan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik Rusia-Ukraina. Meskipun bukan anggota ICC, namun Ukraina menandatangani deklarasi pada 2014 yang memberikan yurisdiksi pengadilan atas dugaan kejahatan berat yang dilakukan di wilayahnya terlepas dari kebangsaan pelaku.
Penyelidikan diluncurkan setelah adanya permintaan sejumlah pengadilan dari negara anggota. Permintaan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Penyelidikan aktif secara resmi dimulai di Ukraina setelah menerima rujukan dari 39 negara pihak," kata Khan.
Rujukan oleh negara-negara anggota mempercepat penyelidikan karena memungkinkan jaksa melewatkan proses meminta persetujuan pengadilan di Den Haag. Artinya, mereka dapat mempercepat penyelidikan tanpa melalui proses yang memakan waktu berbulan-bulan.
"Saya telah mengikuti perkembangan terakhir di dan sekitar Ukraina dengan keprihatinan yang meningkat, Sangat penting bahwa semua pihak dalam konflik menghormati kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional,” kata Khan pada 25 Februari lalu, sehari setelah invasi Rusia ke Ukraina.