Muslim Tatar Terdampak Perang Rusia-Ukraina

Situasi Tatar Krimea di Krimea disebut telah sulit sejak awal pendudukan Rusia.

Reuters
Muslim Tatar di Eropa.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  MOSKOW -- Sekelompok tujuh tentara Rusia pada Kamis (10/3/2022) pukul 6 pagi melakukan penggerebekan terhadap rumah Leila Ibragimova di Melitopol di tenggara Ukraina. Ibragimova, seorang etnis Tatar Krimea, adalah tokoh terkenal di kota yang telah jatuh di bawah kendali tentara Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina itu.

Baca Juga


Ibragimova merupakan wakil Dewan Regional Zaporizhzhia dan direktur Museum Kota Melitopol. Dia telah menjadi pendukung kuat untuk konstituennya, termasuk penduduk lokal sekitar 12 ribu Tatar Krimea, sebuah kelompok Muslim yang berasal dari dekat Krimea, wilayah yang dianeksasi Rusia pada 2014.

Para prajurit dilaporkan meletakkan tas di atas kepala Ibragimova dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Lalu berkeliling sebentar sebelum mereka membawanya ke lokasi yang tidak ditentukan untuk diinterogasi. Mereka bertanya kepadanya tentang Azad, sebuah organisasi Tatar Krimea lokal, serta nama dan alamat para aktivis dan pemimpin opini di daerahnya.

Namun Ibragimova menolak memberikan informasi apa pun kepada orang-orang itu dan mengatakan kepada mereka bahwa tindakan mereka ilegal. Ini masih Ukraina, katanya, dan hukum Rusia tidak berlaku. Ibragimova dibebaskan hari itu juga. Pasukan pendudukan Rusia memutuskan untuk tidak mengajukan tuntutan apapun terhadapnya.

Kendati demikian, para analis mengatakan penangkapan itu dapat memberikan wawasan tentang rencana jangka panjang Rusia ketika datang ke wilayah yang dikuasainya dalam dua minggu terakhir, dan taktik yang mungkin digunakan untuk mencapainya.

"Tujuan penahanan adalah untuk mengancam Ibragimova, mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang kontaknya, dan mengidentifikasi orang dan organisasi yang harus menjadi target pasukan Rusia selanjutnya. Ini adalah metode terkenal dari dinas keamanan Rusia. Mereka telah melakukan hal yang sama di Krimea sejak 2014," kata Nedim Useinow, seorang ilmuwan politik di fakultas Islam Eropa, Universitas Warsawa, seperti dikutip dari Aljazeera, Senin (14/3/2022).

 

 

Useinow mengatakan, rencana Rusia tampaknya untuk merebut wilayah yang memungkinkannya untuk secara permanen memotong akses Ukraina ke laut dan menghubungkan wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri dengan daratan Rusia dan Krimea.

"Mereka juga ingin mengamankan akses air dari Sungai Dnipro karena mereka masih belum menyelesaikan masalah kelangkaan air di Krimea. Mereka juga mulai membawa beberapa kolaborator Tatar Krimea untuk mengorganisir agitasi di wilayah Kherson," ungkapnya.

Lenur Kerymov dari Yayasan Hak Asasi Manusia Polandia Helsinki mengatakan, situasi Tatar Krimea di Krimea telah sulit sejak awal pendudukan. Rusia telah menganiaya semua aktivis yang menentang pendudukan dan pembersihan terorganisir.

"Hingga saat ini, sekitar 20 orang hilang di Krimea. Mereka diculik oleh petugas keamanan dan kemungkinan besar mereka tewas. Hal ini sangat mempengaruhi moral masyarakat. Kebijakan Rusia terhadap Tatar Krimea adalah kebijakan teror," ujarnya. 

Selama delapan tahun terakhir kehadiran Rusia di Krimea, rumah para aktivis telah digeledah. Hampir semua media independen Tatar Krimea ditutup dan jurnalis lokal dipaksa untuk pergi atau mengubah fokus mereka dari politik ke hiburan. Ada sensor penuh dari media lokal.

 

 

Politik Russifikasi juga telah berlangsung dengan kekuatan penuh. Sementara di atas kertas Krimea memiliki tiga bahasa resmi, yaitu Rusia, Tatar Krimea dan Ukraina. Para aktivis dan pakar lokal menyampaikan sekolah-sekolah dilarang mengajar di Tatar Krimea dan Ukraina.

Kerymov mengatakan kebijakan itu bertujuan untuk menghapus semua jejak identitas dan budaya Tatar dan menggagalkan setiap gerakan sipil. "Ada lebih dari 100 Tatar Krimea yang kami anggap sebagai tahanan hati nurani di penjara Rusia dengan hukuman penjara yang lama. Mayoritas dari orang-orang ini beragama Islam," kata Kerymov.

"Rusia mengklaim bahwa mereka adalah anggota Hizbut Tahrir yang dilarang di Rusia. Di Ukraina, partai itu legal dan tidak ada bukti bahwa anggota mereka di Ukraina atau Krimea terkait dengan kegiatan kriminal, terorisme, atau ekstremisme. Ini hanyalah orang-orang yang percaya secara berbeda," tambah Kerymov.

Dia melanjutkan, dalam beberapa kasus, beberapa orang dipenjara hanya karena memiliki Alquran. Prediksi Kerymov tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya di wilayah yang baru diduduki Ukraina jauh dari optimis. Semua aktivis dan orang-orang yang bisa memimpin protes massa akan diancam, akan ada penjara untuk mereka. 

 

"Saya berharap tidak ada pembunuhan tetapi kita harus bersiap untuk itu juga. Ini adalah metode khas yang digunakan Rusia untuk menghukum dan mengancam penduduk lokal," tutur dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler