Ilmuwan AS Khawatir Kenaikan Kasus Covid-19 Akibat Varian Baru

Kenaikan kasus didorong oleh pembatasan pandemi telah dicabut di seluruh AS.

AP Photo/Richard Vogel
Pembeli antre melakukan pembayaran di sebuah supermarket di Los Angeles, AS, Senin (21/3/2022). Para ilmuwan Amerika Serikat (AS) khawatir bahwa versi ekstra-menular dari varian omicron akan segera meningkatkan kasus di wilayah itu juga.
Rep: Dwina agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Peningkatan kasus virus corona di beberapa bagian Eropa dan Asia, para ilmuwan Amerika Serikat (AS) khawatir bahwa versi ekstramenular dari varian omicron akan segera meningkatkan kasus di wilayah itu juga. Terlebih lagi, varian hibrida delta-omicron yang langka telah dilaporkan di beberapa negara.

Baca Juga


Kepala Scripps Research Translational Institute Dr Eric Topol mengatakan, AS kemungkinan akan melihat peningkatan dalam kasus yang disebabkan oleh BA.2 yang merupakan turunan omikron mulai beberapa pekan ke depan. "Tidak bisa dihindari kita akan melihat gelombang BA.2 di sini," katanya.

Salah satu alasannya penyebaran ini karena sekitar dua bulan penurunan kasus Covid-19, pembatasan pandemi telah dicabut di seluruh AS. Banyak orang melepas masker dan kembali memadati aktivitas dalam ruangan seperti restoran dan teater.

Data terbaru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menunjukkan penambahan kasus yang disebabkan oleh BA.2 naik secara signifikan. CDC melaporkan pada Selasa, bahwa varian tersebut menyumbang sekitar 35 persen dari infeksi baru pekan lalu.

Ahli penyakit menular pemerintah AS Dr Anthony Fauci mengatakan, kepada ABC This Week selama akhir pekan, mempertimbangkan kemungkinan AS akan menghadapi kenaikan serupa seperti terjadi di Eropa, khususnya Inggris. Meski dia tidak berpikir itu akan menjadi lonjakan besar.

Menurut Fauci, Inggris memiliki situasi yang sama seperti yang AS alami sekarang. "Mereka memiliki BA.2. Mereka memiliki relaksasi dari beberapa pembatasan seperti masker dalam ruangan dan ada 'penurunan kekebalan" dari vaksin dan infeksi masa lalu," ujarnya.

Peneliti di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Keri Althoff memperingatkan bahwa jumlah kasus CDC meremehkan angka sebenarnya. Beberapa orang tidak lagi dites dan yang lain melakukan tes di rumah sehingga tidak melaporkan hasilnya.

Awal bulan ini, Maria Van Kerkhove dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, hibrida telah terdeteksi pada tingkat yang sangat rendah di Prancis, Belanda, dan Denmark. Sedangkan dua penelitian terbaru menunjukkan sedikit jumlah kasus telah ada di AS

Masih banyak yang belum diketahui tentang varian baru tersebut. Belum  ada bukti bahwa itu menyebabkan penyakit yang lebih parah dan tidak menginfeksi banyak orang.

Peneliti CDC mengidentifikasi sembilan sampel, tujuh dari wilayah Atlantik, menunjukan tidak ada bukti bahwa itu berpotensi menyebar. Namun, ahli penyakit menular di Johns Hopkins University Dr Stuart Campbell Ray mengatakan, dua varian berada pada saat yang sama sehingga orang-orang harus tetap waspada. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler