Ramadhan dan Tradisi Klasik Kuwait yang Mulai Pudar  

Tradisi klasik sambut Ramadhan di Kuwait mulai pudar

Pixabay
Ilustrasi Ramadhan. Tradisi klasik sambut Ramadhan di Kuwait mulai pudar
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT – Di seluruh dunia, Ramadhan adalah waktu untuk doa, puasa dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman. Setiap bangsa dan komunitas memiliki tradisi dan adat istiadat selama berabad-abad, yang melambangkan budaya tanah air. 

Baca Juga


Kuwait juga memiliki tradisi Ramadhan unik yang telah dijalankan oleh generasi lokal dan penduduk negara. Keberadaan tradisi ini menjadi merupakan sumber kenyamanan dan rasa memiliki. 

Transformasi cepat Kuwait, yang awalnya merupakan daerah terpencil dengan pendapatan dari memancing dan menyelam mutiara menjadi negara modern yang makmur, juga mengubah banyak tradisi lokal. Bahkan, hal ini menyebabkan beberapa di antaranya jadi menghilang dan terlupakan. 

Kegiatan Daq al-harees (menghancurkan gandum) adalah tradisi pra-Ramadhan di Kuwait kuno. Tradisi ini biasanya dilakukan ebuah keluarga yang membeli gandum dalam jumlah besar, yang dihancurkan oleh beberapa wanita terampil disertai dengan nyanyian rakyat. 

Namun sayangnya, kebiasaan itu sekarang telah berkurang.

Salah satu penabuh genderang sahur, Abu Tubailah, kini tidak lagi berkeliling di jalan-jalan sekitar lingkungannya. 

Dia telah pensiun menjadi tokoh budaya. Tak hanya itu, saat ini orang-orang lebih suka menghabiskan waktu menonton tayangan TV atau pergi ke pusat perbelanjaan usai buka puasa, dibandingkan tinggal di rumah bersama keluarga.

Meski demikian, beberapa tradisi Ramadhan di Kuwait tetap bertahan dari waktu ke waktu, bahkan terus berkembang untuk mencerminkan perubahan perkembangan sosial, keuangan dan keluarga. Setelah dua tahun vakum karena penyebaran Covid-19, mereka akan kembali lagi tahun ini.

Dilansir di Kuwait Times, Jumat (1/4/2022), salah satu tradisi yang masih berjaya adalah Graish, yaitu pesta tradisional pra-Ramadhan ketika anggota keluarga dan bahkan tetangga berkumpul sebelum awal bulan puasa. 

Di masa lalu, para wanita di rumah akan mengosongkan lemari makanan dari bahan yang biasanya tidak dimakan di bulan Ramadhan, serta keluarga besar akan berkumpul untuk mengambil bagian dalam potluck.

Di momen-momen seperti ini, makanan biasanya dipesan dari restoran dan pertemuannya lebih kecil. Meski tidak semegah sebelumnya, tetapi tradisi itu terus berlanjut.

Baca juga: Syair Syahdu Syailillah Ya Ramadhan, Tentang Pujian, Doa, dan Pengakuan

Tradisi Ramadhan lainnya yang masih berjalan adalah Girgian. Girgian diperingati setiap tanggal 13, 14 dan 15 Ramadhan, ketika anak-anak melakukan aksi 'trick or treat' untuk mengumpulkan permen dan kacang dari pintu ke pintu.

Ada alasan mengapa Girgian dirayakan di tengah bulan lunar. Di Kuwait, saat zaman pra-minyak dan pra-listrik, bulan purnama akan memberikan penerangan bagi anak-anak yang berjalan dengan susah payah melintasi lingkungan.

Menurut sejarawan dan astronom Kuwait, Saleh Al-Ojairi, kata Girgian berasal dari kata gargaa, yang mengacu pada suara dentang keras yang terdengar ketika pot rumah yang terbuat dari logam dipukul. 

 

Hari ini, Girgian telah dikomersialkan secara menyeluruh. Penganan sederhana dahulu kala digantikan oleh cokelat gourmet dan kacang eksotis, yang disimpan dalam tas dan kantong bermerek yang seringkali lebih mahal daripada isinya.

Tak hanya itu, orang tua juga membuat tas terpisah dengan nama anak-anak mereka tercetak di atasnya, bahkan mencoba untuk mengalahkan keluarga lain dalam membuat tampilan yang paling eksklusif.

Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan dalam menyambut Ramadhan adalah Ghabqa, yaitu pertemuan keluarga dan teman di malam hari bulan Ramadhan.

Seperti Girgian, ghabqa saat ini lebih condong pada urusan perusahaan mewah yang mengundang klien dan karyawan bersama dengan keluarganya untuk bersenang-senang dan berpesta di malam hari.

Di era modern, teknologi ketepatan waktu, perhitungan astronomi dan bahkan aplikasi seluler ini, keberadaan meriam buka puasa tidak mungkin selamat dari masa lalu. Suara ledakan dari alat ini memberi isyarat kepada umat beriman bahwa sudah waktunya untuk berbuka puasa.

Meski demikian, kegiatan 'Midfa al iftar' tetap berlangsung setiap hari di Istana Naif, yang telah dipugar dengan indah di Kota Kuwait. Tembakan meriam menarik perhatian puluhan keluarga dan anak-anak setiap harinya, bahkan disiarkan langsung di TV dan radio Kuwait.

Halaman terbuka di istana tempat upacara berlangsung diatur menyerupai Kuwait zaman pra-minyak, lengkap dengan mobil antik, pengrajin dan anak-anak dalam pakaian tradisional. Penembakan dilakukan oleh tiga penjaga berseragam dengan warna merah.

Sejalan dengan tren di dunia Arab dan Islam, masyarakat Kuwait menjadi lebih konservatif dan religius.

Baca juga: Persamaan dan Perbedaan Sholat Tarawih, Qiyam, dan Tahajud

Meskipun bukan tradisi sosial, shalat tahajud berjamaah selama sepuluh malam terakhir Ramadhan dilakukan di sebagian besar masjid di seluruh negara bagian.

Popularitas sholat qiyamullail telah meroket dalam dekade terakhir, dengan Masjidil Haram memimpin kebangkitannya.

Ribuan orang menghadiri sholat malam setiap hari, dengan lebih dari 100 ribu jamaah berkumpul di masjid terbesar di Kuwait pada malam ke-27 Ramadhan. Pembaca Alquran terbaik memimpin doa, dipimpin oleh Sheikh Meshari Al-Afasi, yang terkenal di seluruh dunia Muslim karena pembacaan kitab sucinya yang merdu.

Seperti yang dikatakan banyak orang, satu-satunya hal yang konstan di dunia ini adalah perubahan, dan tradisi Ramadhan tidak terkecuali. Beberapa adat mungkin telah mati, tetapi semangat bulan suci ini tetap hidup dan berkembang di Kuwait.  

 

 

Sumber: kuwaittimes 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler