Muhammadiyah Representasi Nyata Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Muhammadiyah Representasi Nyata Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Hamim Ilyas : Muhammadiyah Representasi Nyata Islam Rahmatan Lil ‘Alamin - Suara Muhammadiyah
Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah) Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)

YOGYAKARTA-Suara Muhammadiyah– Dengan produk-produk organisasi yang sudah ada, landasan gerakan Muhammadiyah lebih lengkap. Bukan hanya memiliki wacana pada ranah konsep, lebih dari itu juga memiliki pedoman praksis. Tidak hanya membuat kebijakan dari balik meja, tapi juga melaksanakannya di lapangan riil. Hal ini disampaikan Hamim Ilyas Dosen UIN Suka Yogyakarta pada Pengajian Ramadhan 1443 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah (06/04/22).


Ia menjelaskan bahwa Muhammadiyah penganut paham Islam berkemajuan yang merupakan salah satu representasi dari mazhab al-Ashliyah (ote4ntisisme), Taqlidiyah (tradisionalisme), Ushuliyah (Islamisme), dan Maqashidiyah (teleoisme).

Dalam perspektif ilmu tauhid, Hamim memaparkan, paham Islam berkemajuan yang dianut Muhammadiyah  merupakan akidah yang menjadi sistem kepercayaan dengan unsur-unsur yang secara tegas lengkap. Ada 7 ajaran dasar (Muqaddimah Anggaran Dasar), 5 paragdigma keagamaan (Masalah Lima), 5 prinsip strategis dalam beraga Islam (MKCHM), kepribadian umat Islam (10 Kepribadian Muhammadiyah), dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.

“Dengan paham Islam berkemajuandan segala amal usahanya, Muhammadiyah telah memprakteikan keberagamaan etis dan menjadi representasi nyata dari Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Maka kita harus pede,” ajak Hamim.

Karenanya Muhammadiyah tidak hanya kaya dan kuat dalam hal ideologi, tapi juga kuat dalam hal amal saleh lewat amal usaha. Terkait amal saleh, Hamim menjelaskan bahwa jika dikelompokkan, setidaknya ada beberapa hukum amal saleh. Di antaranya : pertama, berjiwa baik. Yaitu jiwa besar, tidak kerdil, mental pemenang, kesadaran sejati, pikiran positif, dan rasa yang baik termasuk etos kerja dan loyalitas kerja.

Kedua, beragama baik. Yaitu iman kuat, ibadah khusyu’, dan spiritualitas positif. Ketiga, berakhlak baik meliputi rasa malu, cinta, jujur, amanah, cerdas, menjadi solusi, bukan troublenaker, tanggungjawab, dan profesional.

Keempat, berilmu baik. Yaitu ilmu menjadi sulthan, kekuatan mewujudkan hayah thayyibah, meninggikan derajat semua bidang kehidupan, dan mengembangkan spiritualitas khasyyatullah.

Kelima, bersisial baik meliputi keluarga sakinah, komunitas qaimah, masyarakat ummatan wasathan, dan bangsa-negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Hukum amal saleh selanjutnya adalah berekonomi baik. Baik pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa, makmur semua. Terakhir, berlingkungan hidup baik. Bumi menjadi tempat tinggal yang menyenagkan bagi semua, dengan tidak ada kerusakan di daratan, lautan, dan udara.

“Hukum amal saleh di atas merupakan pengelompokan keseluruhan perbuatan baik yang di sebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits,” terang Hamim. Dan pengelompokan tersebut, ia melanjutkan, adalah keniscayaan untuk memudahkan  umat mendapatkan inspirasi yang jelas dari agama yang meraka peluk.

Dengan beragama islam, mereka digerakkan untuk apa? Tanya Hamim. “Jawabnya jelas untuk melaksanakan hukum-hukum amal saleh di atas,” tegasnya. (gsh).

Lihat Artikel Asli
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Berita Terpopuler