Muhammadiyah Gelar Seminar Pra-Muktamar Bahas Perubahan Iklim

Perubahan iklim disebabkan pemanasan global merupakan permasalahan yang cukup serius

PxHere
Perubahan iklim (Ilustrasi)
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kegiatan seminar pra-Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah ke-48 digelar di Universitas Muhammadiyah (UM) Pontianak, Sabtu (9/4/2022). Dalam acara itu dibahas topik seputar Perubahan Iklim dan Kesalehan Ekologi.

Baca Juga


 

Rektor UM Pontianak Doddy Irawan menyebut pada abad ke-21 ini, perubahan iklim disebabkan pemanasan global merupakan permasalahan yang cukup serius dan dihadapi seluruh negara di dunia. Di Indonesia, dampak pemanasan global antara lain terendamnya sebagian besar kota-kota di wilayah pesisir, serta permasalahan ketahanan pakan akibat menurunnya produktifitas tanaman.

 

"Perubahan iklim yang menjadi ancaman konstan memerlukan terobosan dan solusi untuk menyelamatkan kehidupan. Salah satu opsi yang kini diusung adalah pengembangan teknologi hijau," ujar dia.

 

Teknologi hijau atau Green Technology dapat diartikan sebagai pengatahuan praktis teknologi yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan dan mewujudkan tatanan infrastruktur guna memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan (sustainable), tanpa merusak dan mengganggu sumber daya alam.

 

Keberadaan teknologi ini diharap menjadi inovasi yang mengubah gaya hidup, seperti kegandrungan akan teknologi dan informasi (IT). Beberapa ciri teknologi hijau adalah menggunakan sumber daya alam terbarukan (reclaim), menghasilkan produk yang bermanfaat atau bermanfaat kembali (reuse), serta mengurangi produk limbah dan bahan pencemar menggunakan proses daur ulang (recycle).

 

"Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang tumbuh dan berkembang dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan, perlu melihat teknologi ini sebagai salah satu pengembangan yang dapat menuntun Muhamamdiyah mewujudkan visinya, menuju Islam berkemajuan," lanjut dia.

 

Dengan Alquran sebagai sumber dari segala ilmu pengetahuan, ia menyebut bisa memberi tuntunan dalam mempelajari apa yang telah digambarkan oleh Allah SWT. Hal ini diperlukan untuk mempertembal ketakwaan dan keyakinan, mengingat Alquran adalah mukjizat yang selalu kontekstual pada setiap zaman.

 

 

Hadir secara virtual, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir berharap agar kegiatan ini bisa menjadi masukan penting dan bahan materi muktamar nanti. Utamanya, dalam hal pandangan dan sikap Muhamamdiyah menghadapi perkembangan zaman.

"Ini akan menjadi masukan penting bagi bahan materi dan pandangan serta sikap Muhamamdiyah dalam menghadapi perkembangan mutakhir mengenai kondisi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, untuk diambil langkah-langkah yang bersifat konstruktif bagi penyelamatan alam lingkungan kita berada," ujarnya.

 Saat ini, di balik optimisme dan apresiasi terhadap puncak kemajuan, manusia juga dicemaskan oleh realitas baru dimana alam dan lingkungan yang sedang tidak baik-baik saja.

Prof Haedar Nashir menyebut alam dan lingkungan sedang dalam kondisi yang mengkhawatirkan sebagai akibat dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang berlangsung lama, seiring modernisasi dan pembangunan yang dilakukan setiap bangsa dan negara.

Sejak tahun 70-an, kesadaran penyelamatan lingkungan dan alam disebut sudah dimulai. Tetapi, karena proses modernisasi dan pembangunan berjalan secara plagmatis dan instrumental, hal ini membawa dampak kerusakan alam dan lingkungan.

"Saat ini bisa dilihat banyak bencana alam yang tidak lagi alamiah, seperti badai, kelaparan, laut yang sekarat, udara yang tidak dapat dihirup, wabah akibat pemanasan global, bahkan ambruknya ekonomi dan konflik akibat iklim," ucap dia.

Ia pun menyebut saat ini sudah banyak hal nyata yang menunjukkan persoalan serius terhadap alam tempat manusia tinggal. Perubahan iklim merupakan isu besar yang harus menjadi perhatian semua pihak.

 

 

Salah satu pembicara dalam kegiatan tersebut adalah Pakar Ekonomi dan Lingkungan Prof Emil Salim. Ia menyebut perubahan iklim disebabkan oleh revolusi indsutri yang menggunakan bahan bakar yang mencemarkan, dan mengakibatkan suhu bumi naik.

Dalam Persetujuan Paris 2015 disepakati agar pada 2050 jumlah pencemaran udara dalam kondisi nol atau Net Zero Sum. Artinya, kadar pencemaran yang dikeluarkan diikuti oleh kemampuan menghisapnya.

 "Fakta menunjukkan Paris Agreement 2015 tidak tercapai dan suhu panas bumi kian meningkat. Karena itu, Inter-Govermental Panel on Climate Change (IPCC) pada Februari 2022 menyarankan percepatan pencapaian Net Zero Sum gas rumah kaca ke 2040," ujarnya.

Sejak munculnya revolusi industri, ia menyebut terjadi pergeseran pembangunan teknik produksi, dari yang semula menggunakan sumber energi alami berpindah ke energi buatan manusia atau mesin yang mendominasi. Hal ini menyebabkan pembangunan dikuasai oleh intelegensi buatan (AI).

Perkembangan pembangunan dunia, lanjut prof Emil, mengarah ke prikehidupan serba mekanik, mechanical dan robotik yang serba mekanis tanpa rasa kehidupan budaya, sosial dan agama.

Ia lantas mengembalikan pada masa kejayaan Islam pada abad 9 hingga 13, seiring dengan perkembangan Bait al-Hikmah atau The House of Wisdom. Pendekatan ini mengembangkan pemahaman Alquran dalam hal pengembangan ilmu.

 

 

"Alquran sebagai sumber kajian dan inspirasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang diterapkan bagi kesejahteraan hidup manusia. Kita perlu tahu petunjuk dari Allah SWT yang ada di Quran, tentang bagaimana hidup ini. Banyak jagoan ilmuwan Islam, seperti Al-Khawarismi, Ibnu Sina, yang mempraktikkan hal itu," kata dia.

Lebih lanjut, ia menyebut Muhamamdiyah bisa menjadi pelopor bagi para cendikiawan yang memiliki pemahaman akan agama dan dikombinasikan dengan ahli lainnya. Hal ini bisa dilakukan untuk mengembangkan lebih lanjut ilmu yang bisa dipakai demi kemaslahatan hidup di dunia.

"Menjadi tanggung jawab cendikiawan Muslimin Indonesia untuk mengajak cendikiawan agama lainnya, mengkaji penyelesaian permasalahan tantangan pembangunan dan kehidupan bangsa yang sedang dihadapi," ujar Prof Emil.

 

 

 

 

Pola pendekatan cendekiawan Bait al-Hikmah disebut menggali dan mengembangkan ilmu berdasarkan ilham yang dipetik dari ajaran Alquran. Hal ini agar tumbuh kearifan untuk perbaikan hidup dan ilmu bisa tumbuh berkembang di atas jalan Allah SWT. // Zahrotul Oktaviani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler