Erdogan Bahas Perang Rusia-Ukraina dan Ketegangan di Yerusalem dengan PBB
Erdogan menekankan pentingnya pembicaraan Istanbul untuk dialog damai Rusia-Ukraina.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres melakukan pembicaraan melalui panggilan telepon pada Ahad (17/4/2022). Mereka membahas perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung dan ketegangan baru-baru ini di Yerusalem.
"Kami melakukan pembicaraan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. Dalam percakapan kami, kami membahas perkembangan regional, terutama insiden di Yerusalem dan perang Ukraina-Rusia," kata Erdogan di Twitter.
Erdogan menekankan pentingnya pembicaraan Istanbul untuk dialog damai Rusia-Ukraina dan upaya untuk menyelesaikan perselisihan di antara kedua pihak. Setidaknya 1.982 warga sipil telah tewas dan 2.651 terluka di Ukraina sejak perang dimulai pada 24 Februari. Lebih dari 4,8 juta warga Ukraina telah melarikan diri ke negara lain, dengan lebih dari 7 juta lebih pengungsi yang berpindah antar wilayah di Ukraina.
Selain membahas masalah Ukraina dan Rusia, keduanya juga membahas ketegangan baru-baru ini di Yerusalem. Erdogan mengatakan kepada Guterres bahwa Ankara mengutuk keras intervensi Israel terhadap jamaah di Masjid Al-Aqsa dan menilai tindakan itu tidak dapat diterima. Mereka juga mengevaluasi langkah-langkah bersama yang dapat dilakukan untuk mencapai perdamaian di kawasan.
Ketegangan meningkat di seluruh wilayah Palestina sejak pasukan Israel menyerbu halaman Masjid Al-Aqsa pada Jumat (15/4/2022). Kemudian pada Ahad, lebih dari 700 pemukim Israel memaksa masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa di bawah perlindungan polisi yang ketat untuk merayakan liburan Paskah Yahudi selama seminggu, yang dimulai pada Jumat.
Masjid Al-Aqsha adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam. Sedangkan bagi kaum Yahudi area itu adalah Temple Mount yang merupakan situs kuil Yahudi di zaman kuno.
Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama perang Arab-Israel pada 1967. Israel mencaplok seluruh kota pada 1980, sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.