Putin: Sanksi Barat Gagal Jatuhkan Rusia
Sanksi yang diberkan pada Rusia menjadi bumerang bagi Amerika Serikat dan Eropa
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan deretan sanksi Barat gagal untuk menjatuhkan Rusia. Putin mengatakan sanksi Barat telah mengacaukan situasi keuangan dan ekonomi global, memprovokasi kepanikan di pasar, runtuhnya sistem perbankan dan kekurangan pasokan bahan pangan bagi masyarakat dunia.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Putin mengatakan strategi serangan ekonomi telah gagal dan menyebabkan kemerosotan ekonomi di negara Barat. Negara-negara Barat secara kolektif menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia, karena Moskow melancarkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Putin mengatakan Rusia telah bertahan dari tekanan sanksi tersebut.
“Rusia telah bertahan dari tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Putin, dilansir Aljazirah, Selasa (19/4/2022).
Putin mengatakan, mata uang rubel telah menguat dan Rusia telah mencatat surplus perdagangan cukup tinggi yaitu sebesar 58 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini. Putin berpendapat, sanksi tersebut menjadi bumerang bagi Amerika Serikat dan Eropa, karena mempercepat inflasi dan menyebabkan penurunan standar hidup.
Putin mengakui ada kenaikan tajam harga konsumen di Rusia. Dia mengatakan harga konsumen di Rusia naik 17,5 persen pada April (year on year). Putin menugaskan jajarannya untuk mengurangi dampak inflasi pada pendapatan.
Putin mengatakan, Rusia harus menggunakan anggaran negara untuk mendukung ekonomi dan likuiditas dalam kondisi aktivitas pinjaman yang berkontraksi, meskipun penurunan suku bunga bank sentral akan membuat pinjaman lebih murah. Dia juga mengatakan, Rusia harus mempercepat proses penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan luar negeri di bawah kondisi baru. Bank Dunia memperkirakan ekonomi akan menyusut lebih dari 11 persen tahun ini.
Bank Sentral Federasi Rusia menaikkan suku bunga utama menjadi 20 persen pada 28 Februari, sebelum memangkasnya menjadi 17 persen pada 8 April. Bank sentral diperkirakan akan menurunkan suku bunga lebih lanjut dalam pertemuan dewan berikutnya pada tanggal 29 April.
"Kita harus memiliki kemungkinan untuk menurunkan suku bunga lebih cepat. Kita harus menciptakan kondisi untuk meningkatkan ketersediaan kredit bagi perekonomian," kata Gubernur bank sentral Rusia Elvira Nabiullina.
Nabiullina mengatakan, inflasi di Rusia telah meningkat ke level tertingginya sejak awal 2002, namun bank sentral tidak akan mencoba untuk menurunkannya karena akan mencegah bisnis untuk beradaptasi.
Lonjakan inflasi saat ini disebabkan oleh pasokan yang rendah, bukan permintaan yang tinggi. Nabiullina mengatakan, bank sentral bertujuan untuk mencapai target inflasi sebesar 4 persen pada 2024 karena ekonomi Rusia beradaptasi dengan sanksi Barat.
“Periode ketika ekonomi dapat hidup dengan cadangan terbatas. Pada kuartal kedua dan ketiga, kita akan memasuki masa transformasi struktural dan pencarian model bisnis baru,” kata Nabiullina.
Nabiullina juga mengatakan, Moskow berencana untuk mengambil tindakan hukum atas pemblokiran emas, valas, dan aset milik warga Rusia. Menurutnya, langkah seperti itu perlu dipikirkan dengan cermat.
Barat telah membekukan cadangan emas dan valas Rusia sekitar 300 miliar dolar AS dari total sekitar 640 miliar dolar AS. Nabiullina mengatakan, sanksi Barat telah mempengaruhi pasar keuangan, tetapi sekarang sanksi akan mulai semakin mempengaruhi perekonomian.
Nabiullina mengatakan, masalah utama ekonomi akan terkait dengan pembatasan impor dan logistik perdagangan luar negeri. Dia mengatakan, perusahaan Rusia perlu beradaptasi.
“Produsen Rusia perlu mencari mitra baru, logistik, atau beralih ke produksi produk generasi sebelumnya. Eksportir perlu mencari mitra baru dan pengaturan logistik dan semua ini akan memakan waktu," kata Nabiullina.
Nabiullina mengatakan, bank sentral sedang mempertimbangkan untuk membuat penjualan valas oleh eksportir menjadi lebih fleksibel. Pada Februari, Rusia memerintahkan perusahaan pengekspor, termasuk beberapa produsen energi terbesar dunia dari Gazprom hingga Rosneft, untuk menjual 80 persen pendapatan valas mereka di pasar. Karena kemampuan bank sentral untuk campur tangan di pasar mata uang terbatas.