Cara Mensyukuri Nikmat THR
Seorang Muslim yang mendapat THR harus melakukan dua hal
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan 1443 H, sejumlah Muslim dari kalangan pekerja atau buruh telah mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan tempat mereka bekerja. Sesudah memperolehnya, seorang Muslim tentu perlu membelanjakannya di jalan Allah SWT dan menghindari sikap boros.
Dalam Surah Ibrahim ayat 7, Allah SWT berfirman, "Jika kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku untuk kalian. Namun, jika kalian kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
"Sedangkan syukuran, artinya dibagi sebagian kepada orang lain. Kalau telah sampai satu nisab, bagi yang punya kewajiban zakat profesi tiap bulannya, maka langsung dikeluarkan zakatnya," tutur dia kepada Republika.co.id, Rabu (20/4).
Dalam hadits riwayat Ibnu Majah, seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, "Perbuatan apakah yang menyebabkan seseorang dicintai Allah dan dicintai sesama manusia?" Rasulullah SAW menjawab, "Jangan serakah pada harta, maka engkau akan dicintai Allah. Dan jangan tamak terhadap hak-hak orang lain, maka engkau akan dicintai sesama manusia."
Hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, menyebutkan bahwa Allah SWT berfirman, "Wahai anak Adam, selama engkau mengingat Aku, berarti engkau mensyukuri Aku. Jika engkau melupakan Aku, berarti engkau telah mendurhakai Aku." (HR Thabrani)
Kiai Cholil juga mengingatkan kepada orang-orang yang diberikan kelebihan harta untuk tidak bersikap boros. Harta itu harus digunakan seperlunya, bukan sesuai keinginannya. Kemudian infakkan sebagiannya.
Kiai Cholil pun mengajak masyarakat Muslim untuk fokus meningkatkan amal ibadah di 10 hari terakhir Ramadhan. Sebab, dia memaparkan, momentum 10 hari terakhir Ramadhan ini adalah ladangnya pahala dan musim gugurnya dosa.
"Sehingga betapa pentingnya bagi orang Muslim untuk memiliki banyak tabungan amal demi meraih ridha Allah SWT. Mudah-mudahan mendapatkan Lailatul Qadar dan diniatkan untuk mengikuti Rasulullah SAW," paparnya.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan itikaf selama 10 hari terakhir Ramadhan sepanjang hidupnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, yang bercerita, "Nabi SAW (selalu) beritikaf di sepuluh (hari) terakhir bulan Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau." (HR Bukhari dan Muslim).
Itikaf sendiri merupakan ibadah yang bersifat taukifi. Taukifi adalah ibadah yang aturannya telah ditentukan di dalam ajaran agama dan tidak bisa diubah-ubah. Itikaf berarti berdiam diri di masjid untuk bertafakur, berzikir kepada Allah, dan memperbanyak ibadah seperti shalat dan baca Alquran.