Apa Kriteria Kloset dan Urinoar yang Rentan Najis? Simak Penjelasan Komisi Fatwa MUI

Terdapat kloset dan urinoar yang tidak ramah dengan fikih Islam

Youtube
Terdapat kloset dan urinoar yang tidak ramah dengan fikih Islam
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Fikih Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kebersihan, terutama dalam berwudhu dan istinja atau membersihkan diri setelah buang air. Namun,  masih banyak kloset atau urinoar di sejumlah fasilitas publik seperti mal, stasiun, hotel, dan perkantoran bahkan yang tidak memenuhi standar syariat.

Baca Juga


Seperti apakah kriteria kloset dan urinoar yang rawan najis? Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Muiz Ali, menjelaskan terdapat beberapa kriteria kloset dan urinoar khusus laki-laki yang jika penggunanya tidak hati-hati atau tidak paham cara menggunakannya, maka konsekuensinya cara bersuci dari kencing dan kotoran tidak benar atau pakaianya menjadi najis (mutanajjis) disebabkan terkena percikan najis.

Pertama, uroniar berdiri dimana antara tempat saluran buang air kecil tidak disertai pembatas. Biasanya pembatas tersebut disebut dengan akrilik mika urine protektor.

Kedua,  kloset duduk dengan model jet washer toilet shower baik yang digunakan laki-laki atau perempuan. Kloset model seperti ini airnya keluar dari arah belakang setelah alat kontrolnya digeser. Model kloset seperti ini rentan percikan najisnya pindah kemana-mana yang menyebabkan pakaian dan area sekitar menjadi najis (mutanajjis).

Ketiga, jenis kloset yang menggunakan bidet di dalamnya yang memungkinkan najis terciprat ke mana-mana. "Ini jenis-jenis yang rentan percikan najis kemana-mana," ucap Kiai Muiz kepada Republika.co.id, Selasa (3/12/2024).

Keempat, di sejumlah layanan umum, terdapat urinoar dimana saluran bagian bawahnya rusak sehingga justru air kencing tidak terbuang sebagaimana mestinya dan mengenai celana. Ironinya, pengguna layanan tersebut menyadari adanya kerusakan di bagian urinoar itu setelah yang bersangkutan membuang hajatnya. “Ini patut disayangkan,” kata dia.

BACA JUGA: GP Ansor Tegas Tolak Wacana Penggabungan Polri ke TNI, Ini Alasannya

Karena itu, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Muiz Ali meminta kepada pemerintah maupun pengelola mal dan hotel untuk mengganti kloset dan Urinoar yang tidak ramah fikih.

"Masyarakat atau pengelola tempat umum seperti masjid, mal, hotel, bandara, pasar dan lain-lain harus memperhatikan aspek syariah atau fikihnya jika membuat kloset," kata dia.   

Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU ini mengatakan, suci dari najis, baik pada badan dan pakaian termasuk syarat sahnya sholat. Karena itu, masalah ini perlu mendapatkan perhatian serius.

"Jika seseorang habis buang air besar atau air kecil cara membersihkannya atau bersucinya tidak benar, maka sholatnya tidak," kata Kiai Muiz.

Menurut dia, umat Islam juga telah banyak yang mengeluhkan model tempat kecing atau kloset yang tidak ramah fikih tersebut. Karena itu, dia mendorong pengelola mal dan hotel untuk menyediakan fasilitas toilet yang bersih dan sesuai syariat.

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Parawisata juga telah dikatakan bahwa hotel syariah  wajib menyediakan fasilitas, peralatan, dan sarana yang memadai untuk pelaksanaan ibadah, termasuk fasilitas bersuci.

Langkah MUI ini merupakan bentuk perhatian terhadap kebutuhan umat Islam di ruang publik. Apalagi, menurut dia, persoalan thaharoh termasuk didalamnya soal istinja' merupakan sesuatu yang penting dalam agama Islam.

BACA JUGA: Mengapa Surat Al-Waqiah Berada Setelah Ar-Rahman, Apakah Ada Hubungan Antarkeduanya?

Kiai Muiz menjelaskan, di dalam Alquran surat Al Maidah ayat 6 telah diperintahkan untuk berwudhu (bersuci) ketika hendak melaksanakan sholat. Kiai Muiz juga mengutip ayat tentang pentingnya berpakaian suci:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

Artinya: "Dan bersihkanlah diri kalian" (QS Al-Muddatsir [74]:4)

 

Tidak hanya, lanjut dia, di dalam hadis juga dikatakan bahwa banyak yang masuk neraka atau terkena azab kubur karena disebabkan masalah kencing. 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah berkata: 

اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ

Artinya: "Bersihkanlah dari kencing oleh kalian semua karena kebanyakan azab kubur dikarenakan olehnya." (HR Ad Daruquthni).

Kiai Muiz juga mengutip hadits bahaya percikan kencing berikut ini:

إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

Artinya: "Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Dan keduanya disiksa bukan karena perkara yang berat. Orang pertama disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencing. Orang kedua disiksa karena dirinya berjalan kesana kemari menebarkan namimah (adu domba)." (HR Bukhari dan Muslim 292)

BACA JUGA: AS-Israel Main Mata di Suriah dan Bangkitnya Pemberontak, Susul Gaza Lebanon?

Namun, hal ini juga perlu dukungan dari kementerian terkait. "Pemerintah bidang pariwisata juga harus mendukung kloset ramah fikih atau yang bersesuaian syariah," kata Kiai Muiz.

Dia pun mendorong kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menyeragamkan penggunaan kloset yang sesuai dengan standar fikih Islam. 

"Perlu ada keseragaman model kloset, tempat buang air kecil di mal, bandara, termasuk untuk rumah-rumah pribadi," jelas alumni Ponpes Sidogiri ini. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler