Diduga Jadi Pusat Transit Narkoba, Anak Buah Presiden Turki Jadi Sorotan
Menurut UNDC, Turki telah lama menjadi rute perdagangan narkoba ke Eropa Barat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Turki kini menjadi perhatian dunia karena disinyalir menjadi pusat transit perdagangan narkoba. Hal ini setelah adanya sejumlah penyitaan besar-besaran atas narkoba yang hendak dikirim ke seluruh dunia melalui Turki dalam dua tahun belakangan.
Media Jerman Frankfurter Rundschau, Sabtu (23/4/2022) melaporkan, bahwa maraknya perdagangan narkoba melalui Turki diduga karena kontrol yang lemah dan kemungkinan adanya oknum pemerintahan yang terlibat dalam perdagangan barang haram itu.
Disebutkan, pada 13 April 2022, Penjaga Pantai Spanyol menggerebek sebuah kapal nelayan di dekat Kepulauan Canary dan menyita sekitar 2,9 ton kokain. Nilai pasar obat-obatan haram itu sekitar 72 juta Euro atau Rp 1,2 triliun. Empat dari lima awak adalah warga negara Turki.
Sedangkan pada awal April, polisi menggeledah kontainer di pelabuhan Malta dan menyita 800 kg kokain dengan nilai pasar 108 juta euro atau Rp 1,7 triliun. Kontainer itu hendak menuju ke pelabuhan Mersin di Turki.
Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNDC) atau Kantor PBB untuk urusan narkoba dan kejahatan, Turki telah lama menjadi rute perdagangan narkoba utama antara Afghanistan dan negara-negara Eropa barat.
"Namun, penyitaan selama setahun terakhir menunjukkan bahwa pedagang Turki memperoleh bagian yang lebih besar dari pasar kokain Eropa, dengan Turki sebagian besar digunakan sebagai negara transit kokain,” kata Antoine Vella, seorang peneliti UNODC, kepada Deutsche Welle (DW), Sabtu (23/4/2022).
"Jumlah besar telah disita dalam kasus individu, baik di Turki dan di negara-negara Amerika Latin dalam perjalanan ke Turki pada 2020 dan 2021," tambah Vella.
Penangkapan narkoba serupa juga terjadi di Turki sebelumnya. Pada Juni 2020, lima ton kokain senilai USD 265 juta atau Rp 3,8 triliun disita di pelabuhan Buenaventura, Kolombia. Pada saat itu, Kementerian Pertahanan Kolombia secara resmi mengumumkan bahwa obat-obatan itu sedang dalam perjalanan ke Turki.
Pada Agustus 2021, sebuah jet pribadi Turki digeledah di Brasil. Pesawat itu seharusnya terbang dari São Paulo ke Brussels dan memuat sekitar 1,3 ton kokain. Pesawat itu terdaftar di perusahaan Turki ACM Air. Kasus ini menjadi sensasi di Turki karena pesawat itu sebelumnya melayani Presiden Recep Tayyip Erdogan. Jet itu kini telah disita dan digunakan oleh Kepolisian Brasil.
Mantan bos gangster Turki, Sedat Peker, yang melarikan diri ke Dubai, menyatakan di Twitter-nya dan dalam video di YouTube bahwa Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu terlibat dalam perdagangan narkoba. Dia merilis foto-foto yang menunjukkan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu dan putranya tengah bersama pengedar narkoba juga teman-temannya.
Sejauh ini, Peker menahan diri untuk tidak menyerang Langsung Presiden Recep Tayyip Erdogan. Sementara itu, ia telah berulang kali menuduh anggota pemerintah melakukan perdagangan narkoba, pemerkosaan dan pembunuhan.
Sedat Peker sebelumnya adalah loyalis Erdogan sampai dua tahun lalu hubungan mereka berubah. Padahal, setelah upaya kudeta pada 2016 yang gagal, mantan bos mafia itu mengancam akan menggantung lawan Erdogan di lampu jalan jika presiden Turki terbunuh.
Salim Cevik dari Pusat Studi Turki Terapan (CATS) di Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (Stiftung Wissenschaft und Politik) melihat Turki berada di jalur yang berbahaya. "Turki telah menjadi bagian dari perdagangan kokain di seluruh dunia dan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu layak mendapat perhatian khusus. Hampir tidak ada bos mafia yang tidak berbagi foto dengan Soylu," ujarnya.