Esensi Mudik Hari Raya Idul Fitri
Esensi Mudik Hari Raya Idul Fitri
Mudik merupakan hal yang sangat didambakan oleh sebagian orang yang sedang dirantau. Masa mudik biasanya pada saat menjelang hari raya . Tradisi mudik ini memberikan makna yang cukup dalam bagi keluarga yang mudik maupun yang ditemui di kampung halamam.
Mudik Berarti Kembali ke Udik (Kampung Halaman)
Dalam Kamus Besar bahasa Indonbesia, mudik memiliki arti “ke udik” serta “pulang ke kampung halaman”. Sementara dalam Bahasa Jawa Ngoko, mudik berasal dari kata “Mulih Disik” yang artinya pulang dulu.
"Udik" bermakna desa, dusun, kampung dan istilah semacamnya Dalam pola hidup orang udik diidentikkan dengan kehidupan sederhana, belum tersentuh dengan gaya kehidupan kota, dekat dengan kehidupan yang alami.
. Berdasarkan pengertiuan di atas dapat diketahui bahwa mudik berati pulang kampung, merupakan salah satu tradisi masyarakat yang sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat terutama di hari raya. Dalam berbagai sisi kehidupan, tradisi ini memberikan kontribusi yang besar baik secara sosial maupun ekonomi.
Mudik Berarti kembali Ke Fitrah
Dalam tulisan kali ini penulis akan memaknai mudik dalam pandangan yang esensi. Bukan sekadar pulang kampung, pulang ke udik, kembali menyatu ke keluarga pada hari raya, akan tetapi dapat diberikan makna yang lebih esensi dibalik makna yang nampak itu.
Mudik dapat memberikan makna spiritual kepada pemudik. Nilai spiritual yang dimaksudkan adalah bagaimana mudik dapat mengembalikan manusia kepada fitrahnya, seiring dengan kefitrahan manusia pada hari raya. Kesucian manusia yang biasa digambarkan seperti baru yang baru lahir dapat dimiliki oleh pemudik dengan berbagai cara setelah kembali ke kampung halaman.
Kesucian fitrah pemudik dapat dicapai dengan bersilaturrahim dengan segenap keluarga dan handai taulan di kampung halaman, saling memaafkan jika selama ini ada salah dan dosa yang sempat terukir dalam dinamika waktu yang telah dilalui, terlebih lagi jika penudik memiliki sesuatu (nilai material) sekecil apapun dan diberikan untuk meringankan keluarga dan handai taulan yang sudah tak berkemampuan baik secara fisik maupun psikis.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mudik seyogyanya meminimalkan kecenderungan pamer kesuksesan, kekayaan status, dll yang dapat menyebabkan orang lain dalam posisi marginal. Mudik diharapkan dapat membangun sinergisitas yang baik antara sesama pemudik, dan dengan keluarga, handai taulan yang ada di kampung.
Mudik, kembali ke fitrah akan dapat dicapai atas kesadaran transendental yang dalam bahwa eksistensi manusia di muka bumi hanya sebagai mahluk yang dimanahkan untuk mengelola dan mensejahterakan alam (khalifah fil ard) sehingga tak sangat beralasan jika manusia senantiasa menghubungkan antara yang nyata dan abstrak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mudik jangan hanya dimaknai dengan makna dasar saja yakni pulang ke udik, atau pulang kampung saja. Akan tetapi dapat pula dimaknai dengan kembali ke fitrah (suci) melalui perilaku positif di kampung halaman saat mudik.