Minyak Lanjutkan Kenaikan Setelah Larangan Minyak Rusia dari UE
Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia pada Kamis (5/5/2022) pagi, memperpanjang kenaikan dari sesi sebelumnya, setelah Uni Eropa mengusulkan sanksi baru terhadap Rusia yang mencakup embargo minyak mentah dalam enam bulan.
Minyak mentah berjangka Brent naik 22 sen, menjadi diperdagangkan di 110,36 dolar AS per barel pada pukul 00.02 GMT. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) menguat 15 sen, menjadi diperdagangkan di 107,96 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan melonjak lebih dari lima dolar AS per barel pada Rabu (4/5/2022). Proposal tersebut, yang diumumkan oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan membutuhkan dukungan suara bulat oleh 27 negara Uni Eropa agar berlaku, termasuk penghentian pasokan minyak mentah Rusia dalam enam bulan dan produk olahan pada akhir tahun 2022.
Proposal juga mengusulkan untuk melarang dalam waktu satu bulan semua pengiriman, perantara, asuransi dan layanan pembiayaan yang ditawarkan oleh perusahaan Uni Eropa untuk pengangkutan minyak Rusia. Namun, Uni Eropa menghadapi tugas untuk menemukan alternatif ketika harga energi melonjak karena mengimpor sekitar 3,5 juta barel minyak dan produk minyak Rusia setiap hari dan juga bergantung pada pasokan gas Moskow.
Beberapa negara Uni Eropa timur khawatir bahwa penghentian tidak akan memberi mereka cukup waktu untuk beradaptasi. Pelaku pasar menunggu pertemuan pada Kamis dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan produsen sekutu, yang dikenal sebagai OPEC+.
Kelompok itu diperkirakan akan setuju untuk menaikkan target produksi sebesar 432.000 barel per hari (bph) untuk Juni, empat delegasi OPEC+ mengatakan kepada Reuters, dengan tetap berpegang pada rencana peningkatan produksi bulanan secara bertahap.
Di Amerika Serikat, stok minyak mentah naik moderat minggu lalu, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA). Persediaan naik 1,2 juta barel karena Amerika Serikat merilis lebih banyak barel dari cadangan strategisnya.