Cegah Stunting, Kemenkes Serukan Pemberian Protein Hewani
Protein hewani untuk mencegah stunting.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kurang gizi kronis yang mengarah ke kondisi stunting masih menjadi masalah serius negara kita. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan target pemerintah adalah menurunkan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024, atau 2,7 persen per tahun. Salah satu upaya mengejar target tersebut, intervensi stunting perlu dilakukan sebelum dan setelah kelahiran.
Menurut Menkes, salah satu penyebab stunting meningkat signifikan pada usia 6 sampai 23 bulan yang diakibatkan kekurangan protein hewani pada makanan pendamping ASI (MPASI) yang mulai diberikan sejak usia enam bulan, sehingga . intervensi setelah kelahiran untuk anak-anak yang ASI-nya sudah selesai adalah memberikan makanan tambahan telur satu dan susu.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Prof Dr drg Sandra Fikawati, MPH, menjelaskan, protein hewani mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap yang bermanfaat mendukung pembentukan semua hormon pertumbuhan.
“Tubuh yang kekurangan asupan protein hewani, akan mengalami kekurangan hormon pertumbuhan, gangguan regenerasi sel, sel tidak tumbuh dengan baik, belum lagi sistem kekebalan tubuh terganggu, jadi sering sakit, massa otot tidak bertambah. Itulah sebabnya susah berkembang atau bertumbuh kalau kekurangan protein hewani. Sehingga juga menyebabkan stunting dan gangguan kognitif,” jelas prof Fika.
Protein hewani, menurut Prof. Fika, tidak harus makanan mahal.Tiga sumber protein hewani yang udah dan murah adalah susu, telur, ikan, dan susu. “Susu suka dibilang mahal, padahal tidak mahal. Susu kotak (ada yang harganya) dua ribu rupiah. Usia 6 bulan sudah boleh diberi susu lain selain ASI, karena susu bisa dicerna oleh anak,” tambah dr Fika.
Program mengatasi stunting
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI, Dr Erna Mulati Msc, CMFM menjabarkan lebih jauh program pemerintah dalam menurunkan angka stunting.
Menurutnya, intervensi yang diakukan meliputi intervensi sebelum dan sesudah kelahiran. Intervensi sebelum kelahiran berupa penambahan pemeriksaan kehamilan dari empat kali menjadi enam kali. “Di awal pemeriksaan kehamilan dilakukan deteksi sedini mungkin ada tidaknya masalah, termasuk masalah gizi ibu hamil," ujarnya.
Selain itu memastikan semua ibu hamil minum tablet tambah darah minimal 90 tablet selama masa kehamilan, 1 kali sehari,” jelasnya.
Intervensi setelah lahir dilakukan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan yang didahului dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
“Dua puluh tiga persen bayi yang lahir di Indonesia pendek (bukan stunting). Kalau pada balita yang lahir pendek, seperti juga halnya BBLR, punya risiko lebih besar untuk terjadinya masalah gizi, apakah gizi kurang, gizi buruk, atau stunting. Cara mengatasinya dengan ASI eksklusif, MPASI yang diberikan sejak usia 6 bulan, sebab pemenuhan gizi dari MPASI di usia 6 sampai 9 bulan hanya 70 persen,” papar dr Erna.
Ia menekankan, pemenuhan protein hewani misalnya telur, ikan, ati ayam, atau produk susu lainnya wajib diberikan di periodoe MPASI mulai usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun. “Protein hewani 3 jenis lebih bagus dari dua jenis. Misalnya makan telur, ikan, dan ati ayam. Dibanding Di luar telur dan ikan saja atau telur dan susu saja,” jelasnya.