Teladan Saad bin Mu'adz dalam Menghadapi Yahudi
Teladan Saad bin Mu'adz dalam Menghadapi Yahudi
Oleh: Aniyatul Ain
(Pegiat Literasi)
Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), baru-baru ini mengeluarkan laporan penyelidikan terkait akar penyebab yang mendasari konflik di Palestina dalam beberapa dekade. PBB berkesimpulan, Israel lah yang menjadi penyebab utama konflik di Palestina. PBB juga menilai, Israel tidak berniat mengakhiri konflik di Palestina. Pemimpin penyelidik, Navi Pillay, mantan kepala hak asasi PBB dari Afrika Selatan mengungkapkan rekomendasi pada laporan-laporan sebelumnya sangat ditujukan kepada Israel. Namun, lagi-lagi Israel memang “tidak berniat” untuk mengakhiri konflik. (Detik.com, 08/06/2022)
Israel tidak puas dengan pendudukan kaum Yahudi atas negeri Palestina sebagaimana yang termuat dalam Deklarasi Balfour pada tanggal 2 November 1917. Atas restu Inggris juga Sekutu, Inggris memfasilitasi imigrasi orang-orang Yahudi di Eropa ke Palestina. Sehingga, antara tahun 1922-1935 populasi Yahudi meningkat hampir 27 persen. Bahkan, sampai saat ini menurut Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) pada akhir tahun 2022, jumlah populasi Yahudi dan penduduk Palestina diperkirakan sama banyak. Juga, nama Israel lah yang tertera pada peta dunia saat ini, bukan Palestina. Sungguh miris.
Tidak cukup dengan pendudukan, pengusiran, pembantaian dan sederet kekejaman Israel kepada bangsa Palestina, mereka pun berambisi merebut al-Aqsha dan membagi Masjid al-Aqsha untuk tempat peribadatan orang Yahudi dan umat Islam di Palestina. Hal ini dilakukan tidak lain untuk mengubah identitas Masjid al-Aqsha sebagai bumi para nabi, kiblat pertama umat Islam juga tempat Isra’ Mi’rajnya Nabi saw, menjadi al-Haikal al-Tsalis (kuil ketiga) Yahudi. Hal ini diungkap dalam dokumen yang disusun aktivis Partai Likuid (ekstrimis sayap kanan Israel) yang menamakan diri Manhighut Yehudit, pimpinan Mose Feiglin, wakil ketua Knesset (parlemen). Dokumen itu dirancang sebagai RUU/peraturan untuk melestarikan tempat suci Yahudi, di komplek Masjid al-Aqsha. (Republika, 25/04/2022).
Siapapun tahu, bahwa Yahudi-Israel adalah bangsa yang bebal! Mereka mewarisi “gen” para leluhurnya, yaitu gen sifat buruk yang diabadikan di dalam al-Qur’an. Ya, keburukan-keburukan kaum Yahudi-Bani Israil diabadikan dalam al-Qur’an dan berlaku hingga akhir zaman. Oleh karenanya, “informasi” yang diperoleh dari al-Qur’an ini hendaknya menjadi pegangan bagi siapapun dalam menghadapi Yahudi.
Selain mereka suka mendustakan nikmat Allah swt (QS: al-Baqarah: 47), perangai buruk Yahudi-Israel yang diabadikan dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut: Suka menantang Tuhan (QS: al-Baqarah: 55), melanggar larangan Allah dan Rasul (QS: al-Baqarah: 83), berkhianat (QS: al-Baqarah: 84), mengubah firman dan hukum Allah (QS: al-Baqarah: 75), bahkan membunuh para Nabi (QS: al-Baqarah: 87 dan QS: al-Imran: 21).
Dari sejumlah sifat buruk di atas, maka tidak heran jika konflik Israel-Palestina dalam beberapa dekade ini tidak kunjung selesai. Israel tidak benar-benar berniat mengakhiri konflik, jika solusi yang ditempuh untuk perdamaian Palestina hanya dengan berunding dan berdiplomasi dari “meja satu” ke “meja yang lain”. Jangankan kita sebagai manusia biasa, para Nabi saja dahulu didustakan, dikhianati, bahkan dibunuh! Maka tidak heran, semua kecaman yang ditujukan kepada Yahudi-Israel baik dari OKI, Liga Arab maupun seluruh dunia, juga berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB yang pernah dikeluarkan tidak didengar oleh Si Bebal! Didengar saja tidak, apalagi diamalkan.
Oleh karenanya, perlu kiranya kita belajar dari keteladanan Sa’ad bin Mu’adz dalam menghadapi kaum Yahudi. Yahudi-Isarel tidak akan pernah memahami “bahasa diplomasi”. Mereka hanya mengerti “bahasa jihad”! Hanya dengan ketegasan dan kekuatan politik Islam sedunia lah yang bisa membuat Yahudi-Israel bertekuk lutut dan menghentikan pendudukan atas bangsa Palestina. Ya, inilah yang dulu dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat (termasuk Sa’ad bin Mu’adz) ketika menghadapi Yahudi.
Sebagaimana kita ketahui, Sa’ad bin Mu’adz adalah pemimpin suku Aus di Madinah al-Munawarah. Suku Aus pernah bersekutu dengan Yahudi Bani Quraizah dan Bani Nadhir di Madinah. Adapun suku Khazraj bersekutu dengan Yahudi Bani Qainuqa dan Khaibar. Sebelum hadirnya Islam di Kota Madinah, Aus dan Khazraj sering berperang. Bahkan, peperangan yang paling sengit adalah Perang Bu’ats. Namun, ketika dakwah Islam sampai di tengah-tengah mereka, persaudaraan islamiyyah terwujud nyata di Kota Madinah meninggalkan sukuisme primordial. Suku Aus dan Khazraj menjelma menjadi Anshar yang menolong Muhajirin ketika Muhajirin terusir dari Mekkah oleh kafir Quraisy.
Di dalam naungan Daulah Islam kala itu di Madinah, masyarakat yang beragam kepercayaannya hidup rukun dalam pengaturan pemerintahan Islam. Untuk Kaum Yahudi sendiri yang tinggal di sana, Rasulullah saw mengikat mereka dalam sebuah perjanjian agar Madinah menjadi kota yang aman dan tentram. Maka, dibuatlah Piagam Madinah agar tercipta stabilitas dalam negeri Daulah Islam. Hanya saja, perangai buruk mereka yang suka mengingkari perjanjian (bahkan dengan Rasul saw) yang mengakibatkan mereka terusir dari Madinah, bahkan dijatuhi hukuman mati. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Yahudi Bani Quraizah ketika berkhianat pada Perang Khandaq/Perang Ahzab.
Ketika kaum Muslim terjepit dalam suasana yang mencekam, karena dari berbagai penjuru Madinah dikepung oleh Pasukan Ahzab, kaum Yahudi Bani Quraizah malah terhasut untuk menikam Rasul saw dari dalam Kota Madinah. Ya, mereka malah bersekutu dengan Quraisy untuk menyerang Rasulullah saw dan mengingkari perjanjian yang sudah disepakati bersama Rasul saw. Oleh karenanya, “kesalahan fatal” ini harus dibayar mahal oleh Yahudi Bani Quraizah. Pengkhianatan ini tidak bisa dibiarkan. Maka, setelah Perang Khandaq selesai dan pasukan Ahzab porak-poranda diterjang badai, Rasul saw memerintahkan para sahabat r.a untuk berjihad melawan Bani Quraizah. Rasulullah saw dan para sahabat r.a mengepung perkampungan Yahudi Bani Quraizah selama 25 hari. Yahudi Bani Quraizah menyerah dan menyadari kesalahannya.
Yahudi Bani Quraizah juga meminta kepada Rasul saw agar yang pantas memberi hukuman kepada mereka adalah jangan dari Rasulullah saw, tetapi dari kalangan kaumnya sendiri. Hal ini dimaksudkan agar mereka mendapat hukuman yang ringan, jika yang memutuskan perkara ini dari kalangan kaumnya sendiri. Asumsi Yahudi Bani Quraizah keliru. Saat itu, terpilihlah Sa’ad bin Mu’adz untuk memberi keputusan “yang mendebarkan” bagi si pengkhianat! Sa’ad bin Mu’adz kemudian menetapkan bahwa laki-laki yang terlibat dalam pengkhianatan ini dihukum mati, wanita dan anak-anak dijadikan tawanan dan harta benda mereka dibagi. Yahudi Bani Quraizah tercengang mendengar keputusan Sa’ad bin Mu’adz. Hidup mereka sudah di ujung bayang-bayang pedang. Begitulah ketegasan Sa’ad bin Mu’adz dalam menghadapi kaum pembangkang lagi bebal!
Ketegasan Sa’ad bin Mu’adz saat Perang Khandaq di atas patut dijadikan teladan di masa sekarang. Dengan jihad lah, Yahudi-Israel benar-benar akan memahami bahwa tanah suci umat Islam di Palestina tidak boleh serampangan diambil oleh siapapun. Dengan seruan jihad lah, Yahudi-Israel akan membayar pantas setiap kejahatannya yang menghilangkan banyak nyawa umat Islam di Palestina.
Sudah saatnya kaum muslimin di seluruh dunia bersatu dengan ikatan akidah islam yang kokoh. Kaum muslimin sepatutnya bahu-membahu membantu saudara seiman di Palestina dan di seluruh belahan dunia yang saat ini tertindas (Suriah, Myanmar, Uighur, ldll). Janganlah kita terjebak pada sekat nasionalisme yang mengatakan bahwa: “Negeri kita juga masih banyak masalah, ngapain juga ngurusin masalah Palestina”.
Tidak sepatutnya kaum muslim abai terhadap urusan saudaranya. Karena kaum muslim adalah satu tubuh. Membicarakan masalah Palestina, juga memikirkan solusi atas konflik yang belum kunjung selesai beberapa dekade lamanya, hal ini menjadi bukti bahwa umat Islam saling mencintai saudaranya karena Allah. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw: “Sesungguhnya di sekitar ‘arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang mengenakan pakaian dari cahaya dan wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para nabi dan syuhada. Mereka didengki oleh para nabi dan syuhada”. Para sahabat bertanya “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah saw?” Beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling berkumpul karena Allah dan saling mengunjungi karena Allah.” (HR. An-Nasai dalam as-Sunan al-Kubra). Terakhir, saatnya kaum muslim di seluruh dunia bergegas berjuang untuk mengembalikan hadirnya “perisai umat” (junnah), yaitu Khalifah yang akan menyatukan umat Islam seluruh dunia dan menggelorakan jihad untuk membebaskan Palestina dan negeri-negeri muslim lain yang tertindas. Wallahu a’lam.