Bay Ridge: Rumah Bagi Komunitas Arab Muslim di Brooklyn, New York

Bay Ridge kebanyakan diisi warga Arab dari Yaman, Mesir, dan Palestina.

AP Photo/Wong Maye-E
Jam dinding menunjukkan jadwal shalat terpampang di Gedung Muslim Community Center di daerah Bay Ridge, Brooklyn di New York. Bay Ridge: Rumah Bagi Komunitas Arab Muslim di Brooklyn, New York
Rep: mgrol135 Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BAY RIDGE -- Lingkungan Bay Ridge seluas tiga mil persegi di Brooklyn, New York City, Amerika Serikat (AS) sangat beragam. Kawasan ini menjadi rumah bagi komunitas dari berbagai negara. 

Baca Juga


Fifth Avenue, membentang dari sekitar 67th ke 86th Street kebanyakan diisi warga Arab dari Yaman, Mesir, dan Palestina. Di tempat ini terdengar ayat-ayat Alquran menggelegar dari dalam toko furnitur Yaman dan laki-laki berbicara dengan keras dalam bahasa Arab kepada anggota keluarga di rumah.

Penduduk setempat menyebut daerah itu sebagai pusat Arab atau Makkah bagi orang Arab. Perkiraan resmi berdasarkan sensus 2000 menyebutkan jumlah penutur bahasa Arab di Bay Ridge mencapai 7.942. Berdasarkan angka tidak resmi yang lebih baru, total populasi sekitar 40 ribu di Brooklyn dari 100 ribu penutur bahasa Arab di seluruh kota.

Mendirikan komunitas

Di toko kelontong seperti Balady, penduduk Bay Ridge dapat membeli makanan favorit Timur Tengah dari zatar hingga sumac. Sementara di Nablus Sweets, mereka bisa membeli manisan yang direndam sirup, termasuk klasik Timur Tengah, seperti knafeh dan basbousa.

Seorang tukang daging halal duduk dengan nyaman di dekat papan yang dihiasi dengan grafiti bertuliskan "Bebaskan Palestina". Bendera Yaman berdiri dengan bangga di samping bendera Amerika.

Zein Rimawi lahir pada 1954 di desa Beit Rima, sembilan mil sebelah utara Ramallah di Tepi Barat yang Diduduki, tempat ayahnya pernah menjadi wali kota. Orang Palestina benci mendengar angka enam atau tujuh atau 67 sejak kekalahan dalam perang 1967 dengan Israel. Saat itu, Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza ditaklukkan oleh Israel dan tetap berada di bawah pendudukan militer hingga hari ini.

Terlepas dari trauma perang dan pendudukan, Rimawi unggul secara akademis. Ia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Jerman dan kemudian tinggal di Lebanon untuk sementara sebelum melanjutkan studinya di Wagner College New York pada 1980-an.

Rimawi belum kembali ke Palestina sejak itu. Ia telah menjadikan AS rumah permanennya.

Bersama dengan orang Arab dan Muslim lainnya, ia memastikan komunitas mereka memiliki fasilitas yang mereka butuhkan hidup di Amerika sambil tetap berhubungan dengan akar mereka. Ia mendirikan Pusat Sosial An-Noor, sebuah organisasi dan pusat penitipan anak yang melayani komunitas lokal Timur Tengah.

 

Menurut Rimawi, orang Arab pertama di daerah itu adalah orang Kristen yang datang pada 1960-an dan 1970-an, disusul Muslim pada 1980-an. Selama periode ini, Rimawi bersama beberapa orang lainnya berkumpul dan mendirikan beberapa masjid. 

Salah satunya di Atlantic Avenue, yang disebut Masjid Al-Farooq. Tapi masjid utama di Bay Ridge adalah Islamic Society of Bay Ridge, juga dikenal sebagai Masjid Musab bin Umair, seperti nama sahabat Nabi Muhammad.

Setelah masjid didirikan, umat Islam mulai pindah ke lingkungan dalam jumlah yang lebih besar. Al-Noor, sekolah Islam terbesar di New York, juga didirikan oleh Rimawi dan rekan-rekannya.

Meskipun saat ini banyak Muslim dari Bay Ridge bersekolah dengan aman, semuanya tidak selalu mulus. Pada satu titik, menurut Rimawi, orang-orang melempar botol bir dan babi ke madrasah.

“Saat itu, kami masih muda. Tidak ada yang mengenal kami karena kami tidak punya cukup uang. Orang-orang melihat kami seperti, 'Siapa orang gila ini? Mereka ingin membuka sekolah dan tidak punya cukup makanan untuk dimakan,'" kata Rimawi kepada Middle East Eye.

Hari ini, Muslim adalah bagian mapan dari komunitas Bay Ridge dan telah mengembangkan ikatan yang kuat dengan orang lain di daerah tersebut.

 

Terlepas dari perjuangan awal, Rimawi percaya upaya komunitas itu sepadan dan telah memungkinkan komunitas Arab di daerah itu fokus pada proyek yang lebih ambisius. Rencana untuk Pusat Pengembangan Masyarakat Bay Ridge (BRCDC) sedang dalam tahap akhir dan fasilitas tersebut akan segera dibuka.

Relawan Ahmad Soliman (33 tahun) (kiri) membagikan makanan bagi warga yang membutuhkan di lingkungan Bay Ridge, Brooklyn, New York, Amerika Serikat (AS), 29 April 2020. Kegiatan komunitas Muslim tersebut berlangsung selama Ramadhan. - (AP Photo/Wong Maye-E)

 

Bangunan, yang merupakan gereja yang diubah, akan menjadi tuan rumah acara mingguan untuk kaum muda dan akan memiliki program distribusi makanan bagi mereka yang membutuhkan. Bersama-sama, komunitas mengumpulkan 2,6 juta dolar AS untuk membeli gereja tua yang telah tidak digunakan selama 10 tahun. Namun terlepas dari cita-cita luhur itu, Bay Ridge masih tidak kebal terhadap kekuatan diskriminasi, islamofobia, dan rasisme yang hadir di bagian lain AS.

Sally McMahon telah tinggal di Bay Ridge selama 35 tahun terakhir dan mengingat masuknya orang Arab dan Muslim ke daerah tersebut. Pada saat itu, dia adalah seorang guru di sekolah menengah setempat dan mengingat para guru berbicara tidak sopan tentang anak-anak Arab. 

“Orang-orang mengatakan Bay Ridge akan menjadi Beirut kecil. Bahkan setelah 9/11, orang-orang mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Tapi kami berdiri untuk itu. Kami semua berkata, ini adalah anak-anak kami dan Anda tidak boleh membicarakan mereka seperti itu,” ujarnya.

Setelah pemilihan Donald Trump sebagai presiden AS pada 2017, McMahon mendirikan Fight Back Bay Ridge, sebuah organisasi akar rumput yang memobilisasi tindakan progresif. Direktur Eksekutif di NY Immigration Coalition Murad Awawdeh adalah penduduk lama Bay Ridge sebelum dia pindah ke Staten Island. 

Dia mengatakan komunitas Muslim memainkan peran dalam mencegah daerah Brooklyn menjadi buruk. “Komunitas Arab dan Muslim terus berkembang karena kemampuan mereka (berhasil) bahkan dalam keadaan yang tidak terduga seperti resesi ekonomi, Covid-19, dan keruntuhan ekonomi pada 2008,” kata Awwadeh, dilansir Middle East Eye, Kamis (9/6/2022)

Mengingat kontribusi masyarakat untuk memastikan keberhasilan ekonomi Brooklyn, para aktivis ingin memastikan suara mereka dianggap serius sebagai kekuatan politik. Salah satu tokoh yang memimpin dorongan untuk perwakilan yang lebih besar adalah Khader el-Yateem, seorang organisator komunitas Palestina-Amerika dan pendeta Lutheran. Ia mencalonkan diri untuk Dewan Kota pada 2017.

Abdullah Younus, seorang penduduk Bay Ridge, menyebut Yateem sebagai kandidat 'sekali dalam satu generasi' yang benar-benar inspiratif. "Sebuah kesempatan untuk menempatkan seseorang yang mirip dengan kami yang berbicara seperti kita di Dewan Kota,” katanya.

Meskipun kampanye tersebut tidak mengarah pada pemilihannya, kampanye tersebut berhasil menginspirasi generasi aktivis yang berkomitmen pada progresivisme di Bay Ridge. Setelah kampanye berakhir, Younus dan beberapa lainnya ingin menjaga momentum dengan membentuk Yalla Brooklyn, sebuah organisasi yang bekerja memanfaatkan kekuatan pemilih Arab dan Muslim.

Seperti banyak di seluruh AS, melonjaknya harga dan biaya hidup yang tinggi membuat penduduk Bay Ridge memikirkan kembali masa depan mereka di daerah tersebut. Namun, tokoh masyarakat seperti Rimawi mendorong generasi mendatang menghadapi kesulitan seperti itu secara langsung. 

“Saya berharap masyarakat ini dapat memahami kita adalah pembayar pajak, kita harus memilih, kita harus terlibat secara sipil. Kita harus meminta pertanggungjawaban politikus kita. Dan mengatakan kepada mereka, kita di sini. Kita pantas mendapatkan hal yang sama seperti komunitas lainnya,” ujarnya.

Koordinator relawan Muslims Giving Back, Mohammed Widdi, 31, menghantarkan makanan dan kebutuhan pokok bagi keluarga yang terdampak COVID-19 di kawasan Bay Ridge di Brooklyn, New York. - (AP Photo/Wong Maye-E)

 

https://www.middleeasteye.net/discover/us-new-york-city-brooklyn-arab-community-inside

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler