Ombudsman Minta Kemenpan-RB Petakan Kebutuhan Pegawai Sebelum Hapus Honorer

Ombudsman memprediksi kekosongan formasi bakal pelik saat honorer dihapus.

Republika/Mimi Kartika
Anggota Ombudsman RI Robert Endi Jaweng saat diwawancarai wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (24/8).
Rep: Febryan A Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman RI menyoroti keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) menghapus tenaga honorer per 28 November 2023. Menurut Ombudsman, sebelum penghapusan dilakukan, pemerintah harus melakukan dua hal terlebih dahulu.

Pertama, pemerintah harus menyusun peta kebutuhan pegawai di setiap instansi. Dengan begitu, setiap instansi bisa menyiapkan rencana pengisian formasi, termasuk formasi yang kosong ditinggal tenaga honorer.

"Hingga saat ini, sebetulnya kita tidak pernah tahu berapa kebutuhan di suatu instansi, berapa formasi yang harus terisi," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng di kantornya, Jakarta, Kamis (16/6/2022).

Menurut Robert, tanpa adanya peta kebutuhan formasi, maka instansi tak bisa menyiapkan rencana pengisiannya ketika terjadi kekosongan. Selama ini, kekosongan formasi kerap diisi para tenaga honorer.

Masalah kekosongan formasi ini, kata dia, akan lebih pelik ke depannya saat tenaga honorer dihapuskan. "Kalau tenaga honorer tidak dibuka dan formasi tetap tak terisi, apa yang kita lakukan? Karena itu, pemetaan kebutuhan jabatan penting," ujarnya.

Apabila peta kebutuhan formasi ini rampung, imbuh dia, pemerintah juga harus membuka data tersebut kepada publik. Dengan begitu, tenaga honorer bisa mengetahui dengan jelas posisi yang kosong untuk bisa diisi lewat seleksi ASN.

Kedua, pemerintah harus membuat peraturan yang menjadi dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan penghapusan tenaga honorer. Tidak seperti sekarang yang hanya berlandaskan pada surat edaran menpan-RB.

"Perlu menyusun peraturan yang kuat dalam bentuk peraturan presiden untuk menerjemahkan undang-undang dan peraturan pemerintah terkait pemberhentian tenaga honorer di seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah," kata Robert.

Ketiga, memberikan sanksi kepada instansi yang masih saja merekrut tenaga honorer. "Perlu pengendalian dan penegakan sanksi fiskal dan administrasi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau pejabat lain yang mengangkat tenaga honorer," ujarnya.

Menurut Robert, tanpa ada sanksi, instansi akan terus saja merekrut tenaga honorer. Perekrutan bisa saja dilakukan karena memang ada kekosongan formasi atau justru karena kepentingan politik.

Sebelumnya, Menpan-RB Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran terkait penghapusan tenaga honorer per 28 November 2023. Surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 itu diterbitkan pada 31 Mei 2022.

Berdasarkan data Kemenpan-RB per Juni 2021, tercatat ada 410.010 THK-II alias honorer yang mengabdi sebelum tahun 2005. Jumlah tersebut baru sebagian dari total honorer karena masih ada instansi yang merekrut honorer pascatahun 2005, meski dilarang.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler