Macron akan Bahas Gandum dengan Putin
Macron menilai kesepakatan tersebut kecil kemungkinan tercapai.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan negaranya akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam upaya mencapai kesepakatan agar gandum dapat keluar dari Pelabuhan Odesa, Ukraina. Tapi menurutnya kecil kemungkinan kesepakatan dapat tercapai.
"Kami harus berbicara dengan Rusia mengenai ketahanan pangan dan (diskusi) dapat dibenarkan dengan berhubungan dengan sekretaris jenderal PBB untuk mengeluarkan gandum dari Odesa," kata Macron pada BFM TV saat baru pulang dari Ukraina, Jumat (17/6/2022).
"Tapi saya tidak terlalu yakin dengan jalan ini, karena beberapa pekan yang lalu saya sudah berbicara dengan Presiden Putin, tapi ia tidak mau menerima resolusi PBB pada masalah ini," tambah Macron.
Pada Kamis (16/6/2022) kemarin Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Perdana Menteri Italia Mario Draghi menggelar kunjungan bersama ke Kiev. Sebagai bentuk dukungan pada Ukraina atas perlawanannya pada Rusia.
Ketiganya melakukan perjalanan bersama dengan kereta yang digunakan pejabat tinggi dalam kunjungan ke Ukraina.
"Ini momen penting. Ini pesan persatuan yang kami kirimkan ke rakyat Ukraina, dukungan, untuk berbicara mengenai masa kini dan masa depan, dalam beberapa pekan kedepan, seperti yang kami ketahui akan sangat sulit," kata Macron saat tiba.
Presiden Rumania Klaus Iohannis akan bergabung dengan mereka saat berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Diperkirakan mereka akan membahas bergabungnya Ukraina dengan Uni Eropa dan perang di negara itu. Kunjungan ini dilakukan tiga pemimpin yang dikritik atas respon mereka terhadap perang di Ukraina.
"Kami di sini, kami fokus, kami akan bergabung dengan Presiden Zelenskyy ke lokasi perang di mana pembantaian dilakukan," kata Macron.
Ditanya mengapa kunjungan dilakukan saat ini, seorang pejabat Kantor Kepresidenan Prancis mengatakan waktu yang paling tepat adalah sekarang. Tepat sebelum pertemuan Uni Eropa pekan depan yang membahas upaya Kiev bergabung dengan blok beranggotakan 27 negara itu.