WTO Desak Negara-negara Terima Paket Baru Perjanjian Perdagangan
Paket perjanjian perdagangan mencakup kesehatan, reformasi, dan ketahananan pangan
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala mempresentasikan serangkaian rancangan perjanjian perdagangan dan mendesak agar negara-negara menerimanya seiring pertemuan besar di WTO itu diperpanjang dengan lembur hingga hari kedua. Paket perjanjian perdagangan yang dipresentasikan pada Jumat (17/6/2022) pagi itu mencakup janji tentang kesehatan, reformasi, dan ketahanan pangan.
Paket tersebut, yang oleh Ngozi Okonjo-Iweala digambarkan sebagai perjanjian yang belum pernah terjadi sebelumnya, tidak termasuk dua kesepakatan paling penting lainnya yang sedang dipertimbangkan. Dua kesepakatan itu yakni terkait perikanan dan pengabaian sebagian hak kekayaan intelektual untuk obat-obatan Covid-19.
Namun, delegasi negara-negara mengatakan kedua kesepatan lain itu dapat ditambahkan nanti, dengan negosiasi yang sedang berlangsung di markas besar WTO di Jenewa menjelang pertemuan terakhir yang dijadwalkan pukul 01.00 (waktu setempat) pada Jumat. Pertemuan WTO pekan ini yang dihadiri lebih dari 100 menteri perdagangan adalah konferensi pertama badan PBB tersebut dalam lebih dari empat tahun.
Pertemuan itu dipandang sebagai ujian penting atas kemampuan WTO untuk mencapai kesepakatan perdagangan multilateral di tengah ketegangan geopolitik yang tinggi. WTO sudah berhasil mencapai satu kesepakatan tentang upaya mempertahankan moratorium tarif e-commerce. Dalam surat yang menyajikan dokumen-dokumen (paket perjanjian baru), yang ditandatangani oleh Okonjo-Iweala dan dua ketua WTO, dia meminta negara anggota untuk mempertimbangkan "keseimbangan rapuh" yang dicapai selama lima hari dari hasil pembicaraan yang berlangsung hampir sepanjang waktu yang terkadang menimbulkan kemarahan dan frustrasi.
"Sifat kompromi adalah tidak ada yang mendapatkan semua yang mereka inginkan. Mari kita selesaikan pekerjaan kita malam ini sehingga kita dapat menghormati mereka yang menunggu WTO untuk menyampaikannya," kata surat tersebut.
Di bawah praktik WTO, 164 negara anggotanya semuanya harus setuju dengan konsensus. Kemandekan pada satu topik dapat menggagalkan negosiasi lainnya.