Macron Kehilangan Suara Mayoritas di Parlemen  

Macron jadi presiden pertama yang memenangkan masa jabatan kedua dalam 2 dekade.

AP Photo/Michel Spingler, Pool
Presiden Prancis Emmanuel Macron bereaksi setelah memberikan suaranya pada Minggu, 19 Juni 2022 di Le Touquet, Prancis utara. Para pemilih Prancis akan pergi ke tempat pemungutan suara di putaran terakhir pemilihan parlemen penting yang akan menunjukkan seberapa banyak ruang kaki yang akan diberikan partai Presiden Emmanuel Macron untuk mengimplementasikan agenda domestiknya yang ambisius.
Rep: Dwina Agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron kehilangan kendali atas Majelis Nasional dalam pemilihan legislatif pada Ahad (19/6/2022). Aliansi sayap kiri ditetapkan menjadi kelompok oposisi terbesar, sementara sayap kanan mencetak rekor kemenangan tertinggi, dan konservatif kemungkinan akan menjadi pembuat keputusan.

Baca Juga


Koalisi Ensemble Macron berada di jalur untuk mendapatkan kursi terbanyak dalam pemilihan Ahad. Namun, mereka akan jauh dari mayoritas mutlak yang dibutuhkan untuk mengendalikan parlemen, hasil yang mendekati akhir menunjukkan.

Proyeksi awal oleh lembaga survei Ifop, OpinionWay, Elabe dan Ipsos menunjukkan aliansi Macron Ensemble memenangkan 230-250 kursi, aliansi sayap kiri Nupes mengamankan 141-175, dan Les Republicains 60-75. "Hasilnya, risiko bagi negara kita mengingat tantangan yang harus kita hadapi,” kata Perdana Menteri Elisabeth Borne menyatakan kubu Macron akan bekerja untuk mencari aliansi mulai Senin (20/6/2022).

Bersatu di belakang veteran sayap kiri Jean-Luc Melenchon, partai-partai sayap kiri terlihat di jalur untuk melipatgandakan keberhasilan dari pemilihan legislatif terakhir pada 2017. "Kekalahan partai presiden sudah selesai dan tidak ada mayoritas yang jelas terlihat," katanya kepada para pendukung yang bersorak.

Dalam perubahan signifikan lainnya bagi politik Prancis, partai National Rally pimpinan sayap kanan Marine Le Pen dalam proyeksi awal dapat memperoleh peningkatan sepuluh kali lipat di anggota parlemen. Parati ini diprediksi menempati sebanyak 90-95 kursi. Itu akan menjadi representasi partai terbesar yang pernah ada di majelis.

Menteri Keuangan Bruno Le Maire menyebut hasil itu sebagai kejutan demokrasi. Dia menyatakan, jika blok lain tidak bekerja sama, kondisi ini akan menghalangi kapasitas pemerintah untuk mereformasi dan melindungi Prancis.

Macron pada April menjadi presiden Prancis pertama dalam dua dekade yang memenangkan masa jabatan kedua, ketika para pemilih bersatu untuk menjauhkan sayap kanan dari kekuasaan. Hanya saja, banyak pihak sangat kecewa dan terpecah sehingga dukungan untuk partai-partai populis di kanan dan kiri telah melonjak.

Macron dan sekutunya sekarang harus memutuskan akan mencari aliansi dari pihak mana. Posisi Macron bisa menjalin dengan Les Republicains yang konservatif yang berada di urutan keempat atau menjalankan pemerintahan minoritas yang harus merundingkan Rancangan Undang-Undang dengan pihak lain berdasarkan kasus per kasus.

"Ada moderat di bangku, di kanan, di kiri. Ada Sosialis moderat dan ada orang di kanan yang, mungkin, dalam undang-undang, akan berada di pihak kita," kata juru bicara pemerintah Olivia Gregoire.

Les Republicains lebih kompatibel dengan Ensemble daripada pihak lain. Keduanya bersama-sama memiliki peluang mayoritas mutlak dalam hasil akhir yang membutuhkan setidaknya 289 kursi di majelis rendah.

Ketua Les Republicains Christian Jacob mengatakan, partainya akan tetap menjadi oposisi tetapi konstruktif. Dia  menyarankan kesepakatan kasus per kasus daripada pakta koalisi. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler