Evaluasi Putusan Sidang Etik Dimulai, Kapolri Meretas Jalan Pemecatan AKBP Brotoseno
Merespons desakan publik, Kapolri mengevaluasi putusan sidang etik AKBP Brotoseno.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Rizky Suryarandika
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi mengumumkan tim Peneliti Sidang Etik Komisi Etik Profesi Polri (KEPP) untuk mengevaluasi putusan sidang KEPP AKBP Raden Brotoseno, Rabu (22/6/2022). Tim peneliti tersebut, terdiri atas 12 anggota dan diketuai oleh Brigadir Jenderal (Brigjen) Hotman Simatupang.
Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo menerangkan, 14 anggota tim peneliti tersebut terdiri atas personel Inspektorat Umum Polri dan personel SDM Polri. Divisi Propam Polri juga ikut tergabung dalam tim tersebut, bersama personel dari Divisi Hukum (Div Kum) Polri.
Tim peneliti nantinya, kata Irjen Sambo akan bekerja selama 14 hari sejak penetapan pembentukan. “Tim Peneliti akan melaporkan hasil dari penelitian atas putusan sidang KEPP AKBP Brotoseno, yang selanjutnya akan memberikan saran dan pertimbangan kepada Kapolri untuk pembentukan Komisi Kode Etik Peninjauan Kembali (PK),” kata Sambo, Rabu.
Menurut Sambo, tim peneliti tersebut, prioritas kerjanya memang untuk meneliti putusan sidang KEPP AKBP Brotoseno. Namun, selain itu, tim tersebut, juga akan melakukan evaluasi semua putusan sidang KEPP periode 2020 yang dinilai salah, dan tak sesuai dengan prinsip keadilan di masyarakat.
Pekan lalu, Kapolri Sigit resmi mengundangkan Peraturan Kapolri (Perkapolri) 7/2022. Perkapolri baru itu, revisi atas aturan serupa nomor 14/2011 tentang KEPP dan 19/2012 tentang Organisasi KEPP.
Dalam perevisian perkap tersebut, Polri mengubah dan menambahkan aturan baru. Menyangkut soal PK, diatur khusus dalam Bab VI, tentang KKEP Peninjauan Kembali (PK).
Pada bagian kesatu umum, disebutkan dalam Pasal 83 yang terdiri atas tiga ayat. Ayat (1), disebutkan Kapolri berwenang melakukan PK, atas putusan KKEP, atau putusan KKEP Banding, yang telah final dan mengikat.
Dalam ayat (2) disebutkan pula PK sebagaimana dalam ayat (1) dilakukan apabila, dalam putusan KEPP atau KEPP Banding terdapat suatu kekeliruan. “Juga, jika ditemukan alat bukti yang belum diperiksa pada saat sidang KEPP, atau KEPP banding. Dalam ayat (3), PK sebagaimana dalam ayat (1), dapat dilakukan paling lama tiga tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP Banding.
Dengan Perkapolri yang baru tersebut, Kapolri dapat meminta putusan final KKEP atas kasus AKBP Brotoseno untuk dilakukan PK. Perevisian Perkapolri 14/2011 dan 19/2012 menjadi Perkapolri 7/2022, terkait dengan polemik hukum AKBP Brotoseno.
Kapolri Sigit, pekan lalu memerintahkan agar putusan KKEP terkait kasus AKBP Brotoseno dapat ditinjau kembali atau PK. Perintah tersebut, respons Kapolri atas desakan publik, yang mendesak agar AKBP Brotoseno dipecat dari keanggotaan kepolisian lantaran sudah berstatus mantan narapida terkait kasus korupsi itu.
Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berharap agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memecat AKBP Raden Brotoseno. Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, Polri punya alasan kuat untuk memberhentikan Brotoseno dari anggota kepolisian.
Poengky mengatakan, Kompolnas bersama Polri, sudah membahas masalah Brotoseno. Bersama Ketua Kompolnas Mahfud MD, kata Poengky, lembaga pengawasan Polri itu menilai perlu bagi Kapolri untuk mempertimbangkan aspirasi, dan kritik publik yang meminta pemecatan Brotoseno.
“Yang bersangkutan (AKBP Brotoseno) sudah terbukti bersalah dalam kasus pidananya, dan sudah inkrah, dihukum penjara, dan sebagai (mantan) narapidana, dan kasusnya korupsi, jika dipertahankan (sebagai anggota Polri), hal tersebut sangat menciderai rasa keadilan bagi masyarakat,” kata Poengky, Senin (13/6/2022) lalu.
Menurutnya, mempertahankan mantan narapidana kasus berat sebagai anggota kepolisian, pun bakal berimbas pada reputasi Polri sebagai aparat penegak hukum.
“Kami (Kompolnas) berharap, yang bersangkutan di-PDTH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat - dipecat),” kata Poengky melanjutkan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang juga menjabat ketua Kompolnas, juga telah mengapresiasi sejumlah langkah dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam merespons polemik kasus AKBP Raden Brotoseno yang menjadi perhatian publik.
"Polri merespons dan berkoordinasi dengan saya sebagai ketua Kompolnas, yang pada akhirnya menghasilkan keputusan Kapolri yang bagus. Pertama, akan merevisi kembali putusan tentang pengangkatan Brotoseno," kata Mahfud, Sabtu pekan lalu.
"Kedua, mengubah peraturan Polri dan membuat peraturan Kapolri. Saya katakan itu bagus, itu responsif. Saya sebagai Menko Polhukam dan ketua Kompolnas sangat mengapresiasi," imbuhnya.
Mahfud menilai, langkah yang diambil oleh Sigit sudah sejalan dengan hasil rapat Menko Polhukam sebagai Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dengan pimpinan Polri pada 3 Juni 2022 di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. "Ketika itu, disepakati bahwa Polri akan melakukan revisi aturan," ujar dia.
Diketahui, AKBP Raden Brotoseno terjerat kasus penerimaan uang senilai Rp 1,9 miliar dalam kasus korupsi cetak sawah di Kalimantan Barat (Kalbar) pada 2018. Kasus tersebut, terjadi ketika AKBP Brotoseno masih menjabat sebagai Kepala Unit-III Subdit-III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri.
Vonis pengadilan dan hasil kasasi menghukumnya 5 tahun penjara. Pemberian remisi tiga tahun membuatnya bebas pada 2020. Sidang KKEP juga menyatakan AKBP Brotoseno bersalah melakukan perbuatan tercela, tetapi hanya dihukum meminta maaf kepada atasan, dan demosi jabatan.