Kunci Startup Selamat dari Badai PHK
Usaha rintisan harus fokus pada profitalibilitas.
Fenomena berbagai usaha rintisan yang melakukan proses efisiensi melalui PHK (Pemutusan Hak Karyawan) massal sedang marak terjadi di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Data dari Laporan aggregator layoff.fyi menyebutkan, jumlah pegawai di dunia yang terkena kebijakan itu PHK mencapai 15 ribu orang pada Mei 2022.
Namun, di tengah badai PHK tersebut, perusahaan penyedia perangkat lunak ERP, HashMicro justru sedang melaksanakan proses rekrutmen karyawan dengan cukup masif. Lusiana selaku Business Development Director sekaligus salah satu founder HashMicro mengungkapkan, fenomena badai PHK tersebut pada umumnya disebabkan oleh berkurangnya pendanaan pada perusahaan rintisan oleh investor.
“Memang ada banyak faktor, namun yang kami lihat saat ini, faktor utama munculnya fenomena ini dikarenakan para investor yang mendanai startup tersebut, terutama dari berbagai venture capital mulai meminimalisir pendanaan,” ujar Lusiana.
Hal ini, lanjut dia, disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kenaikan suku bunga, lonjakan inflasi, serta rintisan itu sendiri yang belum mencatatkan laba bersih. Sehingga arus kas menjadi tidak stabil.
HashMicro sendiri tidak terdampak badai PHK tersebut dan justru bertumbuh. Hal ini dapat terjadi dikarenakan penerapan strategi bisnis yang tepat.
“Sedari awal, HashMicro fokus dalam membentuk model bisnis yang scalable tanpa mengorbankan tujuan utama kami, yakni profitability. Sehingga kami dapat mengatur keuangan perusahaan secara mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada pendanaan dari investor," ujar Lusiana.
Selain itu, ada pula strategi bisnis lain, yakni berfokus pada product-market fit. Lusiana menjelaskan, HashMicro berfokus dalam menghadirkan solusi utama yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan target pasarnya.
Dengan berfokus pada pengembangan produk dan solusi tertentu, akan memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan memang yang tepat di pasaran. Hal ini berujung pada kenaikan jumlah klien dan menghasilkan kenaikan laba yang signifikan.
Laba yang diperoleh kemudian, diinvestasikan kembali pada perusahaan, sehingga perusahaan dapat terus berkembang. Perkembangan tersebut dapat terlihat pada target penambahan hingga 700 karyawan di akhir tahun, dari saat ini yang berjumlah 500 orang.
“Banyak startup yang berfokus pada tractions, jumlah pelanggan atau pengguna, serta GMV (Gross merchandise volume) atau jumlah barang dagangan yang terjual. Namun tidak memperhatikan profitability,” kata Lusiana.
Akibatnya, terlalu banyak pendanaan yang diinvestasikan untuk peningkatan tractions yang kemudian memunculkan beragam produk yang belum sesuai dengan kebutuhan pasar. Mendapatkan pangsa pasar yang masif serta pertumbuhan yang pesat pun ternyata tidak menjamin berbagai usaha rintisan untuk mencatatkan laba bersih.
Apabila pendanaan dari investor menipis, begitu pula arus kas perusahaan. Hal ini pun kemudian mengakibatkan maraknya proses efisiensi bisnis melalui PHK.