Tips Mencegah Stunting dari Sebelum Menikah
Stunting tidak selalu berhubungan dengan kemiskinan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meminta pasangan calon pengantin untuk mengedukasi diri agar bayi yang akan dilahirkan tidak stunting. Karena itu BKKBN terus memberi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk pencegahan stunting.
Penyuluh KB Utama BKKBN Ir. Siti Fathonah, MPH mengatakan, berdasarkan data survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi angka stunting nasional masih ada di angka 24,4 persen. Artinya masih ada sekitar enam juta anak yang mengalami gagal pertumbuhan atau dalam kondisi stunting.
"Inilah pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat. BKKBN melalui kelembagaanya ada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Satgas Stunting, Tim Pendamping Keluarga (TPK) di desa, terus memberikan edukasi kepada masyarakat," kata perempuan yang akrab disapa Fathonah ini dalam keterangan, Jumat (1/7/2022).
Fathonah menyebut, kemiskinan bukan satu-satunya permasalahan dalam masalah stunting. Sebab, pengetahuan yang minim saat sebelum menikah, hamil dan pola asuh yang salah terhadap anak juga bisa menyebabkan terjadinya stunting.
"Biasanya yang selalu disalahkan dalam stunting itu tingkat kemiskinan yang identik dengan ekonomi kan begitu. Jadi kita harus menyadari keluarga berisiko stunting itu, nggak peduli miskin atau kaya. Kalau dia orang kaya tapi kalau terjadi salah pola asuh, juga bisa terjadi stunting," ujarnya.
Dia menjelaskan, ada lima sasaran yang menjadi fokus BKKBN terkait percepatan penurunan stunting nasional. Pertama adalah calon pengantin, kedua adalah ibu hamil, ketiga adalah bayi dua tahun (Baduta), dan keempat adalah bayi lima tahun (Balita), lalu kelima adalah ibu pasca bersalin.
Kelima sasaran tersebut nantinya akan dilakukan inkubasi dan perhatian khusus. Bagi calon pengantin perempuan, sambung Fathonah, terlebih dahulu harus memeriksakan kesehatan pra nikah yang meliputi beberapa indikator pemeriksaan, yakni pemeriksaan lingkar lengan, berat badan, dan tinggi badan. setelah itu pemeriksaan hemoglobin (HB) untuk mengetahui adanya anemia pada calon pengantin perempuan.
"Kalau dari semua indikator itu ada yang merah, dia diminta ke Puskesmas agar mendapat treatment. Makanya tiga bulan sebelum menikah harus mendaftar di aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah Siap Hamil) agar terkontrol. Lalu calon pengantin laki-laki nya tidak boleh merokok minimal tiga bulan juga karena sperma laki-laki itu yang dikeluarkan adalah 75 hari sebelumnya," jelas dia.
Sementara itu, pada ibu hamil yang perlu dilakukan adalah menjaga asupan gizi seimbang dan pemeriksaan rutin kehamilan untuk mengetahui tumbuh kembang pada janin yang dikandung. Sementara itu, pemeriksaan pada hari pertama kelahiran adalah pemantauan berat badan dan tinggi badan. Bayi dilahirkan dengan berat badan di bawah 2,5 kg dan panjang di bawah 48 centimeter maka dia masuk kategori stunting dan memerlukan perhatian khusus.
Menurut Fatonah, ada treatment khusus, yakni memberi ASI secara penuh sampai enam bulan. Lalu diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI). Menurut dia, pemberian MPASI atau makanan tambahan bagi bayi, baduta, balita, dan ibu hamil dan pasca melahirkan, merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan.