Pakar: Legalisasi Ganja Medis untuk Pemeliharaan Nyawa Dibolehkan
Legalisasi ganja medis harus ditetapkan dalam undang-undang.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ahli hukum Islam Universitas Airlangga (Unair) Prawitra Thalib menyoroti isu legalisasi ganja untuk keperluan medis. Menurut Prawitra, ada lima sebab diturunkannya suatu syariat dalam Islam. Suatu hukum Islam ada untuk memelihara lima aspek yang disebut maqashid syari’at tersebut.
“Pemeliharaan agama, pemeliharaan nyawa, pemeliharaan akal, pemeliharaan keturunan, dan pemeliharaan harta,” kata Prawitra, Selasa (5/7/2022).
Apabila ditujukan untuk memelihara nyawa, Prawitra berpendapat penggunaan ganja diperbolehkan. Di sisi lain, demi memelihara akal, penggunaan ganja untuk tujuan rekreasional diharamkan. “Fatwa ganja medis ini baik. Untuk menegaskan batasan penggunaan ganja untuk kepentingan memelihara nyawa,” ujarnya.
Namun demikian, kata dia, fatwa legalisasi ganja juga seharusnya mampu mengakomodasi jangan sampai ada penyalahgunaan. Fatwa itu menurutnya juga berfungsi untuk mencegah adanya salah tafsir bahwa ganja dihalalkan sepenuhnya.
“Kalau sehat walafiat pakai ganja tetap tidak boleh,” kata dia.
Prawitra juga berpendapat MUI harus mempertimbangkan aspek urgensi ganja medis jika ingin mengeluarkan fatwa mengenai legalitasnya. Artinya, yang dikedepankan adalah hisbunnafs, pemeliharaan nyawa. "Jika (ganja) tidak dipakai maka nyawa terancam, itu bisa (dibenarkan),” kata Prawitra.
Menurutnya, penggunaan ganja harus ditujukan untuk pemeliharaan nyawa tanpa membahayakan pemeliharaan akal. Akan tetapi, Prawitra juga menjelaskan bahwa fatwa MUI bersikap tidak mengikat. Ia berfungsi sama seperti pendapat hukum (legal opinion) yang dikeluarkan seorang ahli hukum.
Untuk memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kata dia, legalisasi ganja medis harus ditetapkan dalam undang-undang. Sebelumnya, isu ini harus menjadi pembahasan dalam program legislasi nasional terlebih dahulu.
Konsekuensinya, kata dia, pemerintah Indonesia harus mampu melakukan law enforcement terhadap undang-undang tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah apakah Indonesia mampu mencegah penyalahgunaan ganja apabila nanti dilegalkan dalam undang-undang.
“Saya takutnya kalau tidak dikontrol dengan baik, ganja yang awal mulanya untuk keperluan medis disalahgunakan untuk kepentingan hepi-hepi," kata Prawitra.
Prawitra juga mengimbau agar law enforcement dijalankan dengan baik. Kalau instrumen penegakan hukum di Indonesia belum kuat dan law enforcement-nya belum maksimal, Prawitra yakin upaya legalisasi ganja medis sia-sia.
“Pertimbangkan Indonesia ready atau tidak. Jangan sampai niatnya maslahat tapi hasilnya mudharat. Utamakan kemaslahatan untuk menghilangkan kemudharatan. Insya Allah berkah,” ujarnya.