Perhimpunan Filantropi Indonesia akan Segera Bentuk Majelis Kode Etik

Majelis kode etik berhak melakukan tindakan dan rekomendasi terkait pelanggaran.

Prayogi/Republika.
Pegawai beraktivitas di kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT). (Ilustrasi)
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), Rizal Algamar, mengatakan, di tengah perkembangan filantropi di Indonesia yang maju dengan sangat pesat, filantropi juga memunculkan sejumlah masalah, baik dari aspek penggalangan, pengelolaan, maupun pendayagunaan bantuan sosial. Untuk itu, PFI dalam rapat umum anggota yang dilaksanakan tahun lalu telah mengesahkan kode etik filantropi yang akan dilanjutkan dengan pembentukan Majelis Kode Etik Filantropi.


"Karena adanya isu kemarin ACT, kita melihat perlu kita melakukan akselerasi mandat yang di dalam kode etik untuk pembentukan Majelis Kode Etik Filantropi," kata Rizal dalam diskusi  bertajuk 'Polemik Pengelolaan Dana Filantropi' yang diselenggarana Forum Solidaritas Kemanusiaan, yang dipantau Repulika secara daring, Sabtu (9/7). 

Rizal mengatakan, Majelis Kode Etik Filantropi akan terdiri dari orang-orang  yang berkompeten di bidang filantropi dan bersifat independen. Setelah nantinya dibentuk melalui rapat umum anggota, majelis kode etik berhak melakukan tindakan dan rekomendasi terkait dengan pelanggaran yang dilakukan.

"Jadi kode etik filantropi dimandatkan untuk membentuk Majelis Etik. Nanti, Majelis Etik akan menampung keluhan tidak hanya daripada anggota filantropi indonesia, tapi juga dari masyarakat umum, dari publik. Jadi, siapapun mereka yang mau berkeluh kesah bisa melalui melalui majelis yang dibentuk Perhimpunan Filantropi Indonesia," ucapnya. 

Rizal juga menjelaskan, secara umum syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota PFI. Syarat utamanya yaitu harus memiliki keinginan kuat terkait kedermawanan sosial. Selain itu, para anggota PFI harus melalui proses induksi dari kode etik filantoropi Indonesia. 

"Kita belajar dari isu yang berkembang tekrait dengan ACT, bahwa kita menganggap perlu kita melakukan internalisasi kode etika filantropi indonesia. Karena sosialisasi dengan internalisasi berbeda, internalisasi kita kembangkan dengan berbagai studi kasus terkait dengan etika filantropi, di sana kita melakukan internalisasi," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler