Akhirnya Lili Pintauli Mundur dari KPK

Surat pengunduran diri Lili Pintauli dari KPK sudah diterima Presiden Jokowi.

ANTARA/Aprillio Akbar/rwa.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar (tengah) memberikan konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi Kabupaten Buru Selatan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menahan Tagop Sudarsono Soulisa dan Johny Rynhard Kasman terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011 sampai dengan 2016.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rizkyan Adiyudha, Rizky Suryarandika, Bambang Noroyono

Baca Juga


Isu mundurnya Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar akhirnya dikonfirmasi pihak Istana hari ini. Sekretaris Negara Faldo Maldini menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerima surat pengunduran diri Lili dari KPK.

“Surat pengunduran diri Lili Pintauli Siregar telah diterima oleh Presiden Jokowi. Presiden Jokowi sudah menandatangani Keppres Pemberhentian LPS,” kata Faldo kepada wartawan, Senin (11/7/2022).

Kabar pengunduran diri Lili yang diungkapkan pihak Istana bertepatan dengan jadwal sidang dugaan pelanggaran etik Lili oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada hari ini. Jadwal sidang etik hari ini adalah penundaan dari jadwal sebelumnya, di mana pada Selasa (5/7/2022) lalu, Lili tidak bisa memenuhi undangan Dewas KPK dengan alasan sedang mengisi acara pertemuan G20 di Bali. 

Sidang etik terhadap Lili digelar setelah Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik. Lili dilaporkan atas dugaan menerima gratifikasi berupa fasilitas untuk menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina.

Lili diduga mendapatkan fasilitas menonton MotoGP per tanggal 18 sampai 20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A-Red. Selain itu, Lili juga diyakini mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada tanggal 16 Maret sampai 22 Maret 2022.

Sebagai wakil ketua KPK, Lili sebelumnya pernah disidang dan dijatuhi sanksi oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan. Saat itu, Lili dinilai terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Lili juga pernah dilaporkan ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran etik berkenaan dengan penanganan perkara di Labuhanbatu Utara Labura, Sumatera Utara. Namun, Dewas KPK menegaskan tidak menindaklanjuti laporan itu karena mengaku tidak cukup bukti.

 

Pelanggaran Etik yang dilakukan Lili kemudian menjadi sorotan laporan pelanggaran HAM yang dikeluarkan Kementerian luar negeri Amerika Serikat. Laporan dengan judul "2021 Country Reports on Human Rights Practices" itu menjelaskan bagaimana pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili Pintauli.

 


 

 

Ketua IM57 Institute M. Praswad Nugraha memandang Lili Pintauli pantas kehilangan jabatannya di KPK. Pasalnya, Lili bukan baru kali ini melakukan kesalahan. 

"Pelanggaran Lili sudah berulang, vonisnya (Dewas KPK) harus bersifat pemberatan, harus berupa pemecatan," kata Praswad di Jakarta, Senin. 

Praswad mendesak Dewas KPK menunjukkan taringnya dalam menindak Lili Pintauli. Apalagi ia mengamati Dewas KPK justru lebih tegas terhadap jajaran pegawai level bawah. Ia tak ingin Lili Pintauli kembali lolos dari sanksi pemecatan.  

"Jangan ada upaya-upaya main mata lagi, Dewas sudah berkali-kali bersifat permisif dan pemaaf jika berkaitan dengan pelanggaran pimpinan, sementara keras dan tegas pada pegawai di level bawah. Jangan sampai Dewas menjadi pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah," ujar Praswad. 

Selain itu, Praswad menyarankan Dewas KPK mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus Lili kali ini. Menurutnya, semua pihak yang terlibat pantas dijatuhi sanksi berat agar tak mengulangi perbuatannya. 

"Jika penerimaan gratifikasi dan keberangkatan Lili ke Mandalika atas sepengetahuan Ketua dan pimpinan lain, seluruh yang terlibat harus juga dijatuhkan sanksi yang seberat-beratnya sebagai efek jera agar tidak ada lagi pimpinan dan pegawai KPK menerima gratifikasi ke depannya," tegas Praswad. 

 

Gaji Lili Pintauli - (Infografis Republika.co.id)

 

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari jabatannya. Hal tersebut harus dilakukan demi penyelamatan dan perbaikan kinerja KPK di tengah kepercayaan publik yang kian merosot terhadap lembaga pemberantasan korupsi tersebut.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, anjloknya kepercayaan masyarakat terhadap KPK selama ini, dikarenakan oleh banyak sebab dan faktor. Dari eksternal, pesimisme masa depan KPK sudah dimulai sejak pemerintahan Presiden Jokowi bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersekongkol melemahkan KPK lewat revisi uu KPK. Juga, dengan terpilihnya para komisioner 'bermasalah' yang masuk ke dalam lembaga tersebut.

“ICW mengusulkan agar komisioner bermasalah tersebut, pensiun dini dari KPK dengan cara mengundurkan diri,” ujar Kurnia kepada Republika, belum lama ini.

ICW juga melihat, faktor kerja internal, yang membuat KPK saat ini, menjadi lembaga penegak hukum paling rendah di mata publik. Yakni, kerja pemberantasan korupsi KPK era Firli, lebih banyak menyajikan kontroversi dan gimik-gimik politik, namun miskin prestasi.

“Rendahnya kuantitas, dan kualitas penindakan, kekeliruan arah dan strategi pencegahan korupsi, hingga bobroknya pengelolaan internal kelembagaan, sudah barang tentu menjadikan publik semakin skeptis dengan KPK,” kata Ramadhana.

Hasil jajak pendapat oleh Indikator Politik Indonesia, menempatkan KPK sebagai lembaga penegak hukum paling tidak dipercaya publik saat ini. Disebutkan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK cuma 59,8 persen di bawah Polri dengan persentase kepercayaan publik sebesar 66,6 persen. Survei Indikator mengungkapkan tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung sebesar 60,5 persen.

Hasil jajak pendapat tersebut, lebih rendah dari hasil survei keluaran lembaga serupa bulan lalu. Survei Indikator April 2022 lalu, masih menempatkan KPK sebagai salah satu lembaga terpercaya dengan reputasi positif di atas 70 persen.

Merosotnya tingkat kepercayaan publik tersebut, mencuatkan wacana, dan usulan untuk mengevaluasi keberadaan KPK. Bahkan sejumlah kalangan menilai, bahwa pembentasan korupsi saat ini, sudah tidak lagi membutuhkan peran dari KPK.

 

Tingkat Kepercayaan Publik kepada Penegak Hukum - (infografis republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler