Makanan Ini Buat Anak Kecil Miliki Keterampilan Lokomotor Buruk

Ketrampilan lokomotor meliputi berjalan, berlari, melompat, merangkak, berbaris.

Republika/Thoudy Badai
Anak-anak bermain di Taman Sambas Asri, Panglima Polim, Jakarta Selatan. ilustrasi. Sebuah studi baru menunjukkan, anak-anak berusia tiga sampai lima tahun yang makan lebih banyak makanan olahan, seperti nugget ayam, pizza beku, dan sereal sarapan manis, memiliki keterampilan lokomotor yang lebih buruk dibandingkan anak-anak yang makan lebih sedikit.
Rep: Mimi Kartika Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru menunjukkan, anak-anak berusia tiga sampai lima tahun yang makan lebih banyak makanan olahan, seperti nugget ayam, pizza beku, dan sereal sarapan manis, memiliki keterampilan lokomotor yang lebih buruk dibandingkan anak-anak yang makan lebih sedikit. Keterampilan lokomotor meliputi berjalan, berlari, melompat, merangkak, berbaris, memanjat, dan meluncur.

Baca Juga


Keterampilan ini memungkinkan anak-anak untuk bergerak melalui lingkungan yang berbeda. Sementara, beberapa dari keterampilan ini mungkin perlu diajarkan. Keterampilan ini berfungsi sebagai penanda perkembangan.

Implikasinya di sini adalah anak-anak dengan keterampilan motorik yang lebih buruk cenderung menjadi gemuk dan tidak sehat. Memang, studi baru dari Sacred Heart University di Connecticut dan American Society for Nutrition, menemukan, kebugaran kardiovaskular lebih rendah pada anak berusia 12-15 tahun yang mengonsumsi lebih banyak makanan olahan.

Menurut studi Deakin tahun 2020, makanan ultra-olahan mewakili 38,9 persen dari total asupan energi dalam rata-rata makanan Australia, yang sebagian besar keripik dan kerupuk. Studi Deakin berfokus pada hubungan antara asupan makanan olahan dan prevalensi obesitas di Australia.

Prevalensi obesitas di Australia telah meningkat secara dramatis selama 20 tahun terakhir, dari 19 persen pada 1995 menjadi 31 persen pada 2018.  Australia memiliki tingkat obesitas tertinggi kelima di antara negara-negara Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Penelitian menemukan makanan ini memiliki dampak yang cepat dan merusak otak. Para peneliti menyelidiki hubungan antara kebugaran fisik dan makanan ultra-olahan selama berbagai tahap masa kanak-kanak, menggunakan data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) National Youth Fitness Survey.

Survei 2012 menggunakan wawancara dan tes kebugaran untuk mengumpulkan data tentang aktivitas fisik, tingkat kebugaran, dan asupan makanan lebih dari 1.500 anak berusia tiga hingga 15 tahun. Makanan ultra-olahan diidentifikasi menggunakan NOVA, alat yang mengkategorikan makanan berdasarkan seberapa banyak makanan tersebut telah diproses.

Untuk anak-anak berusia lima tahun ke bawah, para peneliti menggunakan perkembangan lokomotor sebagai ukuran kebugaran fisik. Analisis mengungkapkan, anak-anak dengan skor perkembangan alat gerak terendah mengkonsumsi 273 kalori lebih banyak per hari dari makanan ultra-olahan dibandingkan anak-anak dengan skor perkembangan alat gerak tertinggi.

Kebugaran kardiovaskular digunakan sebagai ukuran kebugaran fisik pada anak-anak yang lebih tua. Studi menunjukkan, remaja dan pra-remaja dengan kebugaran kardiovaskular yang baik mengkonsumsi 226 kalori lebih sedikit setiap hari dari makanan ultra-olahan dibandingkan mereka yang tidak memiliki kebugaran kardiovaskular yang sehat.

Studi ini dipimpin oleh Dr Jacqueline Vernarelli. Dia ialah profesor dan direktur program Magister Kesehatan Masyarakat di Sacred Heart University.

“Perilaku diet dan olahraga yang sehat dibentuk pada usia yang sangat muda. Meskipun makanan cepat saji yang diproses dengan mudah, mudah dimasukkan ke dalam tas sekolah, penelitian kami menunjukkan pentingnya menyiapkan camilan dan makanan sehat," ujar dia dikutip The New Daily, Ahad (10/7/2022)

Dia menyarankan agar orang tua menganggapnya seperti menabung untuk masa pensiun. Keputusan memberikan makanan saat ini akan memengaruhi masa depan anak.

Makanan ultra-olahan dikategorikan dalam penelitian ini sebagai termasuk makanan ringan kemasan, sereal sarapan, permen, soda, jus manis dan yoghurt, sup kalengan, serta makanan siap saji seperti pizza, hot dog, burger, dan nugget ayam. Hasil penelitian dipresentasikan pekan lalu di Nutrition 2022 Live Online, pertemuan tahunan unggulan American Society for Nutrition.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler