Kebiasaan Menaburkan Garam Ekstra pada Makanan Bisa Tingkatkan Risiko Kematian Dini

Hindari menaburkan garam ekstra pada makanan yang sudah dimasak.

Reiny Dwinanda/Republika
Menaburkan garam pada makanan. Kebiasaan menaburkan garam ekstra pada makanan bisa berdampak buruk pada kesehatan.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Garam dapat membuat banyak hidangan terasa lebih lezat. Tak heran bila ada banyak restoran yang menyediakan garam tambahan di atas meja makan untuk para pelanggan. Meski menggoda, keinginan untuk menambahkan garam ekstra ke dalam makanan sebaiknya diredam.

Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam European Heart Journal, kebiasaan menambahkan garam ekstra ke dalam makanan bisa meningkatkan risiko kematian dini hingga 28 persen. Garam ekstra yang dimaksud adalah garam yang ditambahkan ke dalam makanan di luar garam yang digunakan pada proses memasak.

Pada perempuan berusia 50 tahun ke atas, kebiasaan menambahkan garam ekstra ke dalam makanan bisa menghilangkan 1,5 tahun harapan hidup. Sedangkan pada pria di kelompok usia yang sama, kebiasaan tersebut bisa menghilangkan 2,28 tahun harapan hidup.

"Kita membutuhkan garam di dalam pola makan kita, tetapi mengonsumsi terlalu banyak (garam) bisa menyebabkan tekanan darah tinggi, yang kemudian meningkatkan risiko serangan jantung dan strok," jelas perawat jantung senior dari British Heart Foundation, Chloe MacArthur, seperti dilansir Express, Senin (11/7/2022).

Studi terbaru ini dipimpin oleh Profesor Lu Qi dari Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine. Seperti dilansir Science Daily, studi ini melibatkan lebih dari 500 ribu partisipan.

"Sepengetahuan saya, studi kami merupakan (studi) pertama yang menilai hubungan antara garam pada makanan dengan kematian dini," ungkap Prof Qi.

Studi ini dilakukan pada periode 2006-2010 di Inggris, di mana para partisipan diminta untuk mengisi kuesioner secara daring. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah mengenai seberapa sering para partisipan menambahkan garam ekstra ke dalam makanan mereka. Tim peneliti lalu memantau para partisipan selama rerata sembilan tahun.

Setelah menyesuaikan beberapa faktor risiko kematian dini yang lain, seperti kebiasaan merokok hingga penyakit kardiovaskular, tim peneliti menemukan bahwa kebiasaan menggunakan garam ekstra bisa meningkatkan risiko kematian dini. Kematian dini didefinisikan sebagai kematian yang terjadi sebelum berusia 75 tahun.

Pada orang yang gemar mengonsumsi sayur dan buah, risiko kematian dini akibat sering menggunakan garam ekstra tampak lebih rendah. Akan tetapi, penurunan risiko tersebut tidak begitu signifikan secara statistik.

"Kami tidak terkejut dengan temuan ini mengingat buah dan sayur merupakan sumber utama kalium, yang memiliki efek protektif dan berkaitan dengan risiko kematian dini yang lebih rendah," jelas Prof Qi.

Konsumsi garam berlebih telah terbukti dapat meningkatkan risiko beberapa masalah kesehatan. Sebagian di antaranya adalah tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular.

Untuk menekan risiko tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan rekomendasi terkait konsumsi garam. Mengacu pada rekomendasi ini, batas konsumsi garam yang dianjurkan adalah kurang dari 5 gram garam atau sekitar 2 gram sodium per orang per hari.

Baca Juga


Ironisnya, data dari berbagai negara mengindikasikan bahwa sebagian besar populasi masyarakat dunia mengonsumsi garam dalam jumlah yang lebih besar dari rekomendasi. WHO mengungkapkan bahwa asupan garam di dunia saat ini adalah sekitar 9-12 gram per orang per hari.

Di banyak negara berpendapatan tinggi, sekitar 75 persen asupan garam didapatkan dari makanan olahan dan makanan yang dimasak di luar rumah. Sedangkan di Anegara berpendapatan sedang dan rendah, sebagian besar asupan garam berasal dari makanan yang dibuat di rumah dan dari bumbu pelengkap seperti kecap ikan dan kecap asin yang ditambahkan ke makanan saat di meja makan.

"Asupan garam kurang dari 5 gram (sekitar 2 gram sodium) per orang per hari direkomendasikan oleh WHO untuk pencegahan penyakit kardiovaskular, (yang merupakan) penyebab kematian terbesar di dunia," ungkap WHO dalam laman resminya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler