Korea Utara Akui Kemerdekaan Donetsk dan Luhansk

Korea Utara akui Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka

AP/Evgeniy Maloletka
Sebuah truk militer mengangkut platform dengan kendaraan lapis baja Ukraina di wilayah Donetsk, Ukraina, Minggu, 8 Mei 2022.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara pada Rabu (13/7/2022) mengakui dua wilayah pro-Rusia yang memisahkan diri dari Ukraina, sebagai negara merdeka. Langkah itu membuat Korea Utara menjadi negara ketiga setelah Rusia dan Suriah yang mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR), yang terletak di wilayah Donbas, Ukraina.

Dalam sebuah unggahan di saluran Telegram, Pemimpin DPR, Denis Pushilin mengatakan, dia mengharapkan kerja sama yang bermanfaat dan dapat meningkatkan perdagangan dengan Korea Utara. Kedutaan Besar DPR di Moskow mengunggah foto di saluran Telegram terkait penyerahan sertifikat pengakuan oleh Duta Besar Korea Utara untuk Rusia, Sin Hong-chol kepada utusan DPR, Olga Makeyeva.

Kantor berita Rusia, TASS melaporkan, Kedutaan Korea Utara di Moskow mengkonfirmasi telah mengakui kemerdekaan kedua entitas tersebut pada Rabu. Rusia telah mendukung wilayah Donetsk dan Luhansk sejak 2014. Presiden Rusia, Vladimir Putin mengakui kedua wilayah itu sehari sebelum menginvasi Ukraina. Korea Utara sebelumnya menyatakan dukungan untuk pencaplokan Krimea oleh Rusia pada 2014.

Putin meluncurkan operasi militer khusus dengan tujuan untuk melindungi penutur bahasa Rusia yang tinggal di Ukraina. Sementara, Ukraina dan Barat telah menolak pernyataan Rusia yang dinilai hanya sebagai dalih atau pembenaran untuk mengobarkan perang dan merebut sebagian besar wilayah Ukraina.

Pada Kamis (7/7/2022) Putin mengatakan, Moskow masih terbuka untuk pembicaraan damai dengan Ukraina. Namun menurut Putin prospek negosiasi akan semakin redup jika konflik terus berlarut-larut.

"Kami tidak menolak pembicaraan damai. Tetapi mereka yang menolaknya harus tahu bahwa semakin jauh (konflik berjalan), maka semakin sulit bagi mereka untuk bernegosiasi dengan kami," ujar Putin.

Rusia menuduh Barat mengobarkan perang proksi untuk melawannya dengan menjatuhkan sanksi yang memukul ekonomi Moskow. Termasuk meningkatkan pasokan senjata canggih ke Ukraina. Putin mengatakan, Rusia belum mengerahkan seluruh kekuatannya dalam operasi militer khusus di Ukraina.

"Semua orang harus tahu bahwa, pada umumnya, kami belum memulai apa pun dengan sungguh-sungguh," ujar Putin.

Putin menuduh Barat melakukan agresi selama puluhan tahun terhadap Moskow. Dia memperingatkan, Barat boleh saja mencoba mengalahkan Rusia di medan perang, tetapi ini akan membawa tragedi bagi Ukraina.

"Kami telah mendengar berkali-kali bahwa Barat ingin melawan kami. Ini adalah tragedi bagi rakyat Ukraina, tetapi tampaknya semuanya menuju ke arah ini," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi kepada para pemimpin parlemen.  



Putin mengatakan, upaya Barat untuk menahan Rusia telah gagal. Putin mengakui bahwa, sanksi Barat yang dijatuhkan kepada Moskow telah menyebabkan kesulitan tetapi tidak dalam skala besar.

Politisi Moskow, Sergei Mironov dari Partai A Just Russia, mendorong Putin mendirikan sebuah badan khusus untuk memfasilitasi integrasi dengan wilayah Ukraina yang telah diduduki oleh Moskow. Putin mengatakan, gagasan itu akan dibahas lebih lanjut.  

Sejak menginvasi Ukraina pada 24 Februari, pasukan Rusia telah merebut sebagian besar wilayah Ukraina. Termasuk menyelesaikan perebutan di wilayah timur Ukraina. Tetapi kemajuan Rusia jauh lebih lambat daripada yang diperkirakan banyak analis. Rusia juga dipukul mundur dalam upaya awal untuk merebut Ibu Kota Kiev dan Kota Kharkiv.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler