Tiga Kasus Mutasi Subvarian BA.2.75 Berasal dari Jakarta dan Bali

Satu kasus mutasi subvarian BA.2.75 asal Bali berasal dari kedatangan luar negeri.

ANTARA/Fauzan
Satu kasus mutasi subvarian BA.2.75 asal Bali berasal dari kedatangan luar negeri.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membenarkan varian COVID-19 Subvarian BA.2.75 sudah ada di Indonesia. Budi mengatakan, sudah ada ada 3 kasus yang dilaporkan akibat subvarian baru ini.

Baca Juga


"Ini (subvarian BA.2.75) juga sudah masuk di Indonesia. Satu ada di Bali karena kedatangan luar negeri. Dua ada di Jakarta," kata Budi dalam Konferensi Pers secara daring, Senin (18/7/2022).

Budi mengatakan, sudah ada 15 negara lain selain Indonesia yang terpapar varian yang berasal dari India ini. Saat ini pihaknya masih menelusuri lebih lanjut sumber utama varian tersebut, diduga telah terjadi transmisi lokal setelah masuk ke Indonesia.

"Jadi kemungkinan besar transmisi lokal, sedang kita cari sumbernya dari mana," kata Budi.

Adapun, kemampuan subvarian baru ini sama dengan subvarian BA.4 dan BA.5 yang bisa menembus vaksinasi dibandingkan varian lain sehingga orang bisa saja terpapar meski sudah divaksin. Namun, angka untuk masuk rumah sakit atau fatalitas tetap tinggi meski sudah ada proteksi.

"Kita sampaikan ke Bapak Presiden bahwa proteksi untuk masuk ke rumah sakit, hospitalisasi dan fatalitynya masih tetap tinggi sehingga disarankan masyarakat tetap cepat-cepat saja dibooster karena walaupun ada kemungkinan terkena, tapi booster itu terbukti mampu melindungi kita untuk tidak masuk ke rumah sakit dan kalau toh pun masuk rumah sakit, tingkat fatalitasnya akan sangat rendah," tutur Budi.

Sebelumnya Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan, varian yang juga dikenal dengan 'Centaurus' ini sangat mungkin sudah masuk ke Indonesia. "Sudah sangat mungkin sudah ada di Indonesia," kata Dicky kepada Republika.co.id.

Ia mengatakan, varian ini lebih mirip dengan subvarian Omicron BA.5. Namun, subvarian BA.2.75 ini lebih mudah menginfeksi tubuh dan berpotensi menurunkan efikasi antibodi. Dicky menambhakan, varian ini disebut menyerang infeksi atau gejala saluran nafas. Bahkan, varian ini disebut tidak terdeteksi dengan alat PCR maupun rapid test antigen di Swiss.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler