Anggota DPR Minta Pers tak Khawatir Terhadap RKUHP
Menurut Benny, UU Pers statusnya lebih tinggi dibanding RKUHP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan, pers tetap berpegang teguh kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Karenanya, ia meminta pers tak khawatir terhadap rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP).
Bagi media, UU Pers statusnya lebih tinggi dibanding RKUHP, karena termasuk undang-undang untuk mengatur pers. Sedangkan RKUHP bersifat umum, karena itu yang mengatur ketentuan umum.
"Posisinya tidak berubah, ketentuan khusus yang ada di UU Pers tidak bisa dianulir UU KUHP, karena sifatnya umum. Jadi teman-teman pers tidak usah takut," ujar Benny di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Di samping itu, ia menyebut bahwa nantinya akan ada sinkronisasi dan harmonisasi antara RKUHP dengan UU Pers. Tujuannya, supaya tidak menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran bagi pers untuk menyuarakan kritik maupun informasi secara luas.
"UU Pers akan diharmonisasi ke RKUHP, tapi sekali lagi UU Pers tetap undang-undang khusus. Saya harap tidak perlu ada kekhawatiran lagi, karena UU Pers itu tetap statusnya undang-undang khusus," ujar Benny.
Kendati demikian, ia menilai sejumlah pasal dalam RKUHP berpotensi mengancam demokrasi dan kebebasan pers. Salah satunya Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
"Kalau itu berubah baru kita lawan. Kalau KUHP menurut saya tidak perlu dikhawatirkan, tapi saya setuju pasal multitafsir perlu dikaji lagi," ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Berikut sembilan pasal RKUHP yang berpotensi menghilangkan kebebasan pers menurut Dewan Pers:
1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum)
4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan pencemaran nama baik;
9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.