Legislator Komisi I Sarankan Pemerintah Ubah Pola Penanganan PMI

Pemerintah harus lebih serius tangani 8 juta PMI yang kirim devisa Rp 160 triliun

Antara/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) beristirahat di ruang shelter Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (17/9/2021). BP2MI Pontianak dan Ditreskrimum Polda Kalbar menggagalkan upaya pengiriman enam CPMI asal Jawa Barat ke Malaysia melalui jalur ilegal.
Rep: nawir arsyad akbar Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Sukamta menanggapi 60 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penipuan penempatan kerja dan juga diduga juga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Menurutnya, peristiwa tersebut merupakan kasus kesekian kalinya yang menimpa pekerja migran Indonesia (PMI).

Baca Juga


Indonesia disebutnya memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang memberikan peran lebih besar kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengurus dan melindungi PMI sejak perekrutan. Namun, lima tahun setelah diundangkan masih terjadi kasus yang memprihatinkan.

"Adanya UU Perlindungan PMI ini seharusnya pola kerja pemerintah berubah dari pemadam kebakaran penyelesai masalah di luar negeri menjadi fokus pada penyiapan, penyaringan ketat PMI dan perusahaan penyalur PMI," ujar Sukamta lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (30/7).

Pemerintah harus lebih serius menangani sekitar delapan juta PMI yang setiap tahunnya mengirimkan remitansi lebih dari Rp 160 triliun. Jumlah tersebut menjadi penerimaan devisa terbesar kedua, setelah penerimaan devisa dari sektor migas.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR itu memberikan dua  masukan kepada pemerintah terkait permasalahan PMI tersebut. Pertama adalah penguatan koordinasi antara kementerian atau lembaga terkait PMI.

"Kini Indonesia terpilih sebagai Anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College. Seharusnya bisa dioptimalkan untuk perbaikan kondisi ketenagakerjaan Indonesia," ujar Sukamta.

Kedua adalah pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi WNI di luar negeri, termasuk PMI ilegal. Pasalnya, proses pemberangkatan PMI ilegal menjadi tanda lemahnya pengawasan dan penyaringan pemerintah.

"Jika ada WNI menjadi PMI secara ilegal artinya proses penyaringan tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Pemerintah dengan seluruh stakeholder bidang tenaga kerja harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas," ujar Sukamta.

Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mengatakan, Kementerian Luar Negeri Kamboja telah merespons permintaan Menteri Luar Negeri RI untuk membebaskan 60 WNI yang disekap di negara itu. Tim dari kepolisian Kamboja telah dikirim untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengatakan, bahwa korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja, saat ini bertambah dari 53 orang menjadi 60 orang. Kemlu, kata dia, telah melakukan berbagai langkah untuk membantu membebaskan para WNI yang disekap.

Misalnya, dengan menghubungi kepolisian Kamboja untuk segera melakukan langkah penyelamatan segera setelah mendapat laporan kasus. Pemerintah juga telah berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Kamboja di Jakarta untuk menyampaikan isu tersebut kepada otoritas di Phnom Penh.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler