Bharada E Pantas Jadi Justice Collaborator demi Ungkap Kematian Brigadir J

Mulai terungkap kejanggalan demi kejanggalan menyangkut kematian Brigadir J.

ANTARA/M Risyal Hidayat
Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Kedatangan Bharada E tersebut untuk dimintai keterangan terkait insiden baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang terjadi pada Jumat (8/7) lalu di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mendukung rencana Bharada E untuk mengajukan diri sebagai Justice collabolator (JC) ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Azmi optimistis, langkah ini akan membantu pengungkapan kasus kematian Brigadir J. 


"Ini adalah pilihan yang tepat mengingat karakteristik kasus ini yang dari awal terdapat kejanggalan yang semakin hari mulai terurai," kata Azmi kepada Republika, Senin (8/8/2022).

Seiring berjalannya penyidikan memang mulai terungkap kejanggalan demi kejanggalan menyangkut kematian Brigadir J. 

"Kejanggalan tersebut berupa tindakan dalam upaya tidak sesuai dengan manajemen penyidikan yang terkesan menghambat termasuk menghilangkan jejak bukti kematian Brigadir J," lanjut Azmi. 

Azmi menilai kehadiran JC penting guna mengurai keruwetan dalam kasus ini. Sebab, sejak awal, polisi dari pangkat Jenderal hingga tamtama terungkap mengintervensi kasus tersebut, misalnya dengan merusak barang bukti. 

Baca juga : Soal Perintah Pembunuhan, Pengacara: Bharada E Berbicara dari Hati

"JC ini jadi celah sekaligus dapat menjadi peran kunci dalam 'membuka' tabir tindak pidana yang sulit diungkap yang sejak awal keterangannya dengan penuh spekulasi dengan berbagai sudut pandang," ujar Azmi. 

Azmi mengingatkan, JC bertujuan membongkar kasus tindak pidana tertentu dan menimbulkan ancaman serius. Biasanya kasus yang membutuhkan JC sulit dibongkar karena para pelaku tindak pidana punya keinginan yang sama dan terorganisir jaringan kerja sama yang solid untuk menyembunyikan kejahatannya. 

"Sehingga, mau tidak mau para pelaku tindak pidana akan saling melindungi satu sama lain," ucap Azmi. 

Azmi berharap, jika Bharada E menjadi JC maka dapat meluruskan fakta yang sebenarnya. Hal ini guna mengungkap siapakah pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar, termasuk ditemukan persesuaian keterangan dan bukti-bukti yang diberikan sangat signifikan. 

Baca juga : Pengacara: Bharada E Diperintah, tak Punya Motif Membunuh

"Karenanya sangat tergantung isi keterangan Bharada E, yang mana selama ini patut diduga ia disuruh menahan diri, bungkam, tutup mulut, maupun dikendalikan oleh pihak tertentu yang bisa saja sebenarnya bertentangan dengan fakta dan nuraninya," ucap Azmi. 

Diketahui, Irjen Sambo sudah ditempatkan di ruang isolasi khusus di Mako Brimob terkait pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus kematian Brigadir J. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada Kamis (4/8/2022) mengatakan, ada sekitar 25 personel kepolisian, yang melakukan pengambatan dalam proses pengungkapan kematian Brigadir J. Dari 25 para anggota kepolisian itu, terdiri dari tiga perwira bintang satu atau brigadir jenderal (Brigjen), lima perwira menegah dengan pangkat komisaris besar (Kombes), tiga berpangkat AKBP, kompol dua personel, dan tujuh perwira menengah, serta lima personel dari tamtama. 

Para personel ‘bermasalah’ tersebut, kata Kapolri, berasal dari Divisi Propam, Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel), dan beberapa personel dari Polda Metro Jaya. 

Baca juga : Bertolak dari Masjid Sunda Kelapa, Prabowo-Muhaimin akan Daftarkan Gerindra dan PKB ke KPU

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler