Kata-Kata Alquran yang Membuat Ateis Berubah Jadi Pakar Sastra Alquran
Kata-kata Alquran mempunyai rahasia tersembunyi dari aspek sastra
Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sudah sejak kecil kita membaca Alquran. Termasuk terjemahan dan tafsirnya. Pernahkah ada ayat yang membuat kita tercenung lalu penasaran untuk menggali kandungan yang tersirat di baliknya?
Pernahkah kita bertanya-tanya, misalnya, mengapa dari sekian banyak Asma` Allah al-Husna, yang dipilih adalah ar-Rahman dan ar-Rahim untuk Bismillah yang selalu dibaca setiap memulai aktivitas?
Mengapa dalam QS an-Nisaa ayat 18 digunakan kalimat sebagai berikut:
حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ ...
Sementara dalam QS al-Mu`minun ayat 99 digunakan kalimat sebagai berikut:
حَتَّى إِذَا جاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
Padahal kata حضر dan جاء memiliki makna yang sama?
Apakah kita akan puas dengan penjelasan bahwa kedua kata itu bersifat mutaradif (kata-kata yang memiliki makna yang sama atau berdekatan)?
Kalaupun kita pernah merasa penasaran, berapa lama waktu yang kita korbankan untuk mencari tahu dan menggali apa rahasia dan hikmah di balik itu? Mengapa dalam ayat A digunakan kata B sementara dalam ayat C digunakan kata D?
Baca juga: Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya
Adalah Prof Fadhil Shalih as-Samurra`iy, seorang pakar i’jaz bayani Alquran dari Irak. Kepakarannya dalam bidang sastra Alquran meliputi nahwu, sharaf, balaghah, dan bayan mengantarkannya untuk mendalami asrar (rahasia-rahasia) balaghah dalam Alquran.
Banyak karya dalam bidang bahasa dan i’jaz bayani yang telah dihasilkannya. Dia juga menjadi narasumber tetap dalam program Lamasat Bayaniyyah di sebuah channel televisi Qatar.
Adakah ayat dalam Alquran yang membuat Dr Fadhil tercenung dan penasaran lalu mengkajinya lebih dalam? Ada. Di antaranya adalah ayat yang bagi banyak orang tampak ‘biasa-biasa’ saja, tak ada yang menarik untuk dikaji dan didalami.
Yang menariknya, ayat ini tidak hanya membuat Dr adhil tercenung dan mengkajinya selama beberapa hari atau pekan, melainkan selama dua tahun. Ayat tersebut adalah ayat yang banyak diulang-ulang dalam Alquran yaitu:
لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Beliau bertanya-tanya, kenapa bagian awal ayat ini tidak diungkapkan dengan la an-nafiyah lil jins :
لاَ خَوْفَ عَلَيْهِمْ
Mengapa pula kata يَحْزَنُوْنَ tidak diungkapkan dalam bentuk mashdar seperti halnya kata خَوْفَ agar lebih tampak muttasiq (seirama):
لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ حُزْنٌ
Atau kata khauf-nya yang dibuat dalam bentuk fi’il sehingga menjadi :
لاَ يَخَافُوْنَ وَلاَ يَحْزَنُوْنَ
Dua tahun lamanya dia memikirkan hal ini. Penjelasan dari kitab-kitab tafsir yang ada tidak memuaskan dirinya dan belum mampu menjawab rasa penasarannya.
Setelah melakukan pengkajian dan perenungan sekian lama, dia semakin yakin bahwa Alquran memang mu’jiz. Pilihan katanya sangat menakjubkan. Tak ada kata yang bisa digantikan oleh kata lain meskipun kata itu adalah muradif-nya.
Yang jauh lebih unik adalah ternyata Dr Fadhil dulunya adalah seorang ateis. Cukup lama ia menjadi ateis. Kala itu dia merasa tak ada siapapun di dunia ini yang benar-benar beriman. Dia juga merasa bahwa tak akan ada satu argumen pun yang bisa merubah pendiriannya.
Baca juga: Jawaban Prof Jimly Ini Perkuat Argumentasi Mengapa Hukum Islam Harus Didukung Negara
Tapi, ateisme itu membuatnya tidak memiliki tempat berpijak. Semua tampak sebagai ilusi belaka. Dia bahkan tak bisa merasakan kebahagiaan sama sekali meskipun bagi orang lain tampak sebagai sesuatu yang luar biasa.
Dalam kehampaan itu dia bertekad untuk mencari kebenaran. Kesungguhan dan kejujurannya untuk menemukan kebenaran itulah yang membawanya pada keimanan dan bahkan menjadi seorang yang sangat pakar dalam balaghah Alquran.
Pada awal 2021 yang lalu ajal menjemputnya. Namun karya-karyanya, baik dalam bentuk buku maupun kajian di Youtube akan tetap menjadi rujukan bagi pecinta Alquran.