MenkopUKM: Kratom Punya Potensi Ekonomi Luar Biasa Bagi Masyarakat

Pemanfaatan kratom masih menjadi polemik karena termasuk narkotika golongan I.

Republika
Daun kratom untuk obat (Ilustrasi). Menkop UKM Teten Masduki akan membicarakan polemik kratom dengan Kementerian Perdagangan, Kemeterian Kesehatan, dan Badan Narkotika Nasional.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menyatakan komoditas kratom memiliki potensi ekonomi yang luar biasa bagi para petani dan masyarakat Indonesia. Di sisi lain, ia mengakui bahwa kratom masih menjadi perdebatan.

"Masih banyak orang yang khawatir terhadap kratom, tapi hari ini saya terima kasih mendapatkan input bahwa ternyata kratom aman bagi kesehatan dan ini didukung dengan riset saintifik dan punya nilai ekonomi yang cukup tinggi," ujar Teten dalam diskusi dengan Kamar Dagang, Asosiasi Kratom Amerika, ahli Riset, senator dan Representative (DPR) USA dengan tema "Urgensi Keberlangsungan Perdagangan Kratom" di Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Baca Juga



Di Amerika Serikat, menurut Teten, terdapat 16 juta orang yang membutuhkan kratom untuk menyelesaikan masalah kesehatan. Ia menyebut fakta tersebut berpeluang dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mengekspor kratom sehingga para petani kecil yang membudidayakan komoditas itu dapat kian sejahtera.

Terkait adanya isu terkait kratom yang akan dikategorikan dalam golongan I narkotika, Teten mengatakan akan membicarakan persoalan tersebut dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ia akan memastikan keberlanjutan produk kratom, sehingga pemerintah tak ragu-ragu menempatkan kratom sebagai produk unggulan Indonesia untuk ekspor.

"Saya optimistis Indonesia bisa terus memproduksi kratom dan bisa terus melanjutkan perdagangan dengan Amerika Serikat," ucap Teten pada diskusi yang diselenggarakan Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) itu.

Saat ini, ada 200 ribu petani Kalimantan Barat (Kalbar) telah memproduksi kratom yang diekspor melalui Koprabuh dalam bentuk bubuk. Ketua Kelompok Masyarakat Pengelola Hasil Alam Borneo (Kompar) Agus Widyanto menyampaikan kratom memiliki tiga manfaat, yakni nilai ekonomi, nilai ekologi, dan nilai kesehatan.

 

Kratom tak boleh dijadikan obat herbal. - (Republika)


Di Kalbar sebagai wilayah pusat pertumbuhan kratom, para petani sangat mengandalkan tumbuhan itu untuk memperoleh penghasilan. Dari segi ekologi, sebagian kratom tumbuh di lingkungan-lingkungan kritis tepi sungai, yakni di kawasan hutan tropis.

Adapun dari sisi kesehatan, kini sebagian besar produksi kratom diekspor ke AS. Total 95 persen dari seluruh hasil produksi di Kalbar hingga mencapai ribuan ton per tahun dikirim ke AS.

"Kalau memang barang ini berbahaya, secara logika maka banyak yang menjadi korban karena sekian banyaknya yang diekspor ke AS," kata Agus.

Dalam keterangannya pada September 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikan, mengatakan bahwa pihaknya akan menyerahkan permasalahan terkait tumbuhan kratom (Mitragyna speciosa) kepada ahli. Ia tidak ingin hal tersebut menjadi polemik yang berkepanjangan.

"Untuk tanaman kratom yang dibudidayakan oleh masyarakat Kapuas Hulu, memang sudah saya dengar. Namun, terus terang saya belum memahami hal tersebut," kata Budi saat melakukan kunjungan kerja di Pontianak.

Budi mengatakan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah mendatanginya dan membahas mengenai polemik kratom alias daun purik. Ia ingin ada penelitian lebih lanjut terkait kratom yang dibudidayakan masyarakat Kalbar sebagai tanaman obat itu.

"Jadi, untuk masalah kratom saya serahkan ke ahli, nanti kami teliti kembali apakah ada dampak positif dan negatifnya. Tapi sudah dengar, banyak kratom ditanam, dibudidayakan di daerah Kapuas Hulu," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler