Ini Gejala Kleptomania dan Cara Pencegahannya Menurut Psikolog
Kleptomania membuat penderitanya sulit untuk mengelola diri.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kasus pencurian cokelat di salah satu minimarket di Tangerang Selatan yang ramai di sosial media disebut-sebut karena pelaku mengidap gangguan kleptomania. Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Margaretha menjelaskan terkait gangguan kleptomania berkaitan dengan penyebab, gejala, cara mengobati, hingga pencegahannya.
Margaretha menjelaskan, kleptomania adalah salah satu sindrom atau gangguan mental dan psikologis, yang membuat orang kesulitan untuk mengelola dirinya. "Sehingga, berulang kali mencuri atau mengambil barang milik orang lain,” kata Margaretha, Jumat (19/8/2022).
Dosen Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental itu menjelaskan, mencuri atau barang yang diambil kleptomania, sebenarnya bukanlah barang-barang yang dibutuhkan, melainkan yang diinginkan. Padahal sebenarnya, barang yang diinginkan tersebut mampu dimiliki oleh pengidap gangguan kleptomania secara normal dengan membeli.
“Jadi ini lebih tentang impuls, kesulitan mengelola impuls,” ujarnya.
Margaretha juga menjelaskan, penyebab dari gangguan kleptomania ini karena adanya obsesi atau keinginan berulang untuk memiliki barang orang lain. Alasan orang bisa mempunyai keinginan untuk memiliki barang orang lain biasanya terkait dengan kondisi stres atau kondisi yang memicu munculnya perilaku mencuri.
Margaretha melanjutkan, kondisi stres yang memicu munculnya perilaku mencuri secara umum disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor biologis seperti orang yang rentan stres karena di dalam tubuhnya kekurangan zat neurotransmitters, hormon serotonin, dan zat-zat lain yang masih dalam tahap penelitian.
Kedua, faktor psikologis karena orang-orang dengan gangguan kleptomania biasanya memiliki gangguan psikologis lain atau komorbid, seperti gangguan kepribadian, penyalahgunaan zat, seperti alkohol dan zat adiktif lainnya, serta gangguan mood, seperti depresi atau bipolar.
“Ini bisa penyebab, tetapi ini juga bisa dampak. Orang-orang ini karena mereka gagal menghentikan perilaku mencuri, mereka bisa jadi stres dan depresi. Akan tetapi, sebaliknya, jika mereka tidak mencuri mereka bisa stres dan depresi karena kompulsnya sangat obsesi dan kompulsinya sangat kuat," kata Margaretha.
Margaretha juga menjelaskan lima kriteria diagnostik yang harus terpenuhi seluruhnya untuk memastikan seseorang pengidap gangguan kleptomania. Pertama, kegagalan berulang dalam menghentikan impuls untuk mencuri barang orang lain yang sebenarnya bukan hal yang mendasar yang diperlukan l, atau sebenarnya ia memiliki kemampuan membeli barang tersebut.
Kedua, munculnya tekanan atau stres yang begitu tinggi sebelum ia mencuri sehingga mencuri yang dilakukan bukan sesuatu yang direncanakan. Ketiga, setelah ia mencuri muncul kepuasan, kenikmatan, dan kelegaan.
Keempat, mencuri yang dilakukan bukan untuk balas dendam dan bukan untuk mendapat keuntungan. Bahkan terkadang, barang yang ia curi ia bagikan kepada orang lain karena yang penting baginya adalah proses mencuri itu sendiri.
"Kelima yaitu mencuri yang dilakukan bukan karena ia memiliki masalah sosial atau gangguan lain seperti masalah perilaku, bipolar dalam fase mania, dan gangguan kepribadian lainnya," ujarnya.
Margaretha mengungkapkan, terdapat dua cara untuk mengobati gangguan kleptomania. Pertama dengan cara mengontrol obsesi. Sebab, dengan mengontrol obsesi dapat mengendalikan kompulsi serta mencegah perilaku mencuri. Mengontrol obsesi ini dapat dilakukan dengan pendekatan terapi kognitif dan perilaku.
"Sedangkan, yang kedua yaitu dengan terapi komorbid dari gangguan kleptomania itu sendiri," kata dia.