Geledah Kantor Rektorat Unila, KPK Temukan Sejumlah Dokumen Terkait Dugaan Suap
Dokumen yang disita dari Rektorat Unila bisa ungkap peran para tersangka.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Rektorat Universitas Lampung (Unila), Senin (22/8/2022). Tim penyidik menemukan sejumlah barang bukti terkait kasus dugaan suap yang menjerat Rektor Unila, Karomani.
"Ditemukan dan diamankan bukti-bukti antara lain sejumlah dokumen dan barang elektronik yang diduga dapat mengungkap terkait peran para tersangka," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/8/2022).
Ali mengatakan, tim penyidik pun telah menyita seluruh bukti itu. Dia menyebut, pihaknya akan menganalisa bukti-bukti tersebut terkait kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila.
"Analisis dan penyitaan berbagai bukti tersebut segera dilakukan untuk kebutuhan pemberkasan perkara dari para tersangka," jelas dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Universitas Lampung (Unila) tahun 2022.
Empat tersangka, yakni Rektor Unila Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB), dan Andi Desfiandi (AD).
Sebagai tersangka penerima, yakni Karomani, Heryandi (HY), dan Muhammad Basri (MB). Sedangkan tersangka pemberi suap ialah Andi Desfiandi (AD) selaku pihak swasta.
Untuk keperluan proses penyidikan, tim penyidik menahan tiga tersangka untuk 20 hari pertama mulai 20 Agustus 2022 sampai dengan 8 September 2022, yakni KRM ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK serta HY dan MB ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Sementara, tersangka AD penahanannya terhitung mulai 21 Agustus 2022 sampai dengan 9 September 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Atas perbuatannya, KRM, HY, dan MB selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara AD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.