Cerita Masjid 1.600 Tahun di Istanbul, Pernah Jadi Sinagoge dan Gereja
Masjid kuno di Istanbul ini mulai direnovasi pada 2018.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Masjid Lala Hayrettin yang baru direnovasi di Turki memiliki sejarah yang menarik. Ini mungkin satu-satunya tempat ibadah di dunia yang berfungsi sebagai sinagoge, kemudian gereja, dan akhirnya masjid.
Dengan sejarah 1.600 tahun, salah satu tempat ibadah tertua di Istanbul, yang berfungsi sebagai sinagoge ketika pertama kali dibangun, diubah menjadi Ortodoks kemudian gereja Katolik. Bangunan ini kemudian menjadi masjid 30 tahun setelah penaklukkan Istanbul.
Masjid yang direnovasi itu dibuka kembali untuk beribadah selama sholat Jumat pekan lalu. Presiden Asosiasi Perlindungan Artefak Budaya dan Sejarah Lingkungan Istanbul (ISTED) Erhan Sarisin menyatakan tembok tembok sisa-sisa masjid adalah ciri-ciri pasangan bata pada periode Bizantium dan Utsmaniyah.
Ada sebuah makam milik pendeta Kristen masa itu di terowongan yang turun ke dasar tempat ibadah. Ada tangga untuk turun ke sana.
Sayangnya, dilansir Daily Sabah, Sabtu (6/8/2022) Sarisin mengatakan pemburu harta karun merusak makam ini selama penggalian yang melanggar hukum. Sarisin menjelaskan beberapa sejarah unik masjid, mulai dari bangunan yang pertama kali berfungsi sebagai sinagoge bagi orang Yahudi, kemudian menjadi tempat ibadah bagi umat Kristen Ortodoks dan Katolik, dan setelah 1480 menjadi masjid bagi umat Islam.
"Ada tanda Latin di batu bata persegi yang kami temukan di dalam gereja. Ketika diterjemahkan, kami melihat ada perangko dari abad kelima," katanya.
Ini adalah bukti bahwa struktur itu dibangun pada 400-an. Juga, sumber-sumber Kristen mengatakan tempat ini didirikan sebagai gereja di tahun 400-an.
Kemudian diumumkan bangunan gereja yang hancur diubah menjadi masjid pada 1480-an oleh Lala Hayrettin Pasha dan dioperasikan, Sarisin menekankan masjid memiliki fitur sejarah yang penting karena keberadaan beberapa manuskrip terpenting Alquran.
Ketika Masjid Lala Hayrettin ditutup setelah undang-undang yang berlaku pada 1935 tentang klasifikasi masjid dan masjid dan penutupan yang diperlukan, menara, kayu, dan ubin di atapnya dijual oleh Administrasi Yayasan periode 1937. Sarisin menyatakan setelah tanggal tersebut, masjid tetap reruntuhan sampai hari ini.
Masjid itu semakin rusak dan menjadi reruntuhan karena penggalian ilegal. “Saat kami temukan pada 2018, ada hampir 50 pohon di dalamnya dan 10 truk sampah keluar dari bangunan ketika kami mencoba membersihkannya," ujarnya.
Kemudian, Direktorat Yayasan Wilayah mengambil alih proyek tersebut. Mereka menemukan seorang pengusaha amal untuk membiayai restorasi. Setelah satu tahun pekerjaan pembersihan, desain dan restorasi, masjid dalam kondisi sekarang.
"Ibu saya Emine Bilgili meninggal. Saya berencana membangun sebuah masjid. Tapi kemudian saya memutuskan mengembalikan masjid bersejarah sebagai gantinya. Bersama saudara laki-laki saya Osman Bilgili, kami memutuskan merestorasi masjid yang merupakan peninggalan nenek moyang dan menjadi sarana membukanya untuk beribadah. Dengan demikian, kita sekarang telah melindungi karya-karya nenek moyang kita,” ujar Melih Bilgili yang membantu membangun kembali masjid untuk menghormati ibunya.