6 Contoh Praktik Perdukunan Arab Jahiliyah yang Dilarang Islam 

Islam melarang segala bentuk perdukunan yang mengarahkan kepada syirik

Reuters
Peramal atau cenayang. Ilustrasi. Islam melarang segala bentuk perdukunan yang mengarahkan kepada syirik
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Praktik-praktik perdukunan sudah ada sejak zaman dahulu. Dalam khazanah keislaman, telah digambarkan sejumlah praktik perdukunan seperti yang terjadi di kalangan bangsa Arab dahulu. 

Baca Juga


Praktik perdukunan dan hal serupa dilarang dalam Islam karena bertentangan dengan keimanan bahwa tidak ada yang mengetahui hal ghaib kecuali Allah SWT. Allah SWT berfirman: 

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

"Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS An Naml ayat 65)

Rasulullah SAW juga telah memberi peringatan keras. Beliau SAW bersabda: 

مَن أَتَى عَرَّافًا فسَأله عن شيء فصَدَّقه لم تُقبَل له صلاة أربعين يوم 

"Siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan ucapannya, maka telah kufur atas apa yang diturunkan kepada (Nabi) Muhammad SAW."

Adapun bentuk-bentuk perdukunan yang telah ada sejak dulu yaitu sebagai berikut: 

Pertama adalah al-Kahanah, yang berarti menginformasikan tentang sesuatu yang tersembunyi atau hal ghaib yang terjadi di masa depan dengan metode apapun. 

Kedua, ialah dalam bentuk perbintangan, yang biasanya disimpulkan melalui posisi bintang dan gerakannya kemudian dikaitkan dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Dengan cara ini, seseorang diyakini bisa mengetahui soal penyakit, kematian, dan hal lainnya. 

Ketiga, al-irafah, yang artinya adalah suatu klaim mengetahui lokasi dan sosok siapa yang terlibat pada sebuah peristiwa. 

Misalnya mengetahui siapa pelaku pencurian, di mana barang curian disimpan, dan apa saja yang hilang atau dicuri. 

Keempat, adalah Thiyarah, yang berarti menentukan nasib berdasarkan keadaan tertentu. Misalnya, jika seekor burung terbang, atau melihat suatu hal tertentu, atau mendengar suara tertentu, maka keadaan tersebut akan memengaruhi apa yang akan terjadi pada diri seseorang. 

Kelima, yaitu membuat garis atau tanda di pasir untuk mengetahui rahasia. Ibnu al-Atsir menyampaikan dalam kitab al-Nihayah, bahwa cara tersebut sangat populer pada zamannya, dan di dalamnya ada beberapa tingkatan.

Pembuat garis atau tanda itu disebut Al-Hazi, yang dapat diartikan sebagai orang yang ahli sehingga banyak yang datang kepadanya untuk mengetahui peruntungannya. 

Al-Hazi ini kemudian membuat garis di tanah, berseama seorang anak laki-laki yang bergerak menghapus dua garis yang telah dibuat. 

Bila tetap tersisa dua garis maka menjadi tanda keberhasilan, sedangkan jika yang tersisa satu garis, maka itu tanda kekecewaan. 

Keenam, yakni dalam bentuk membaca air dalam cangkir untuk dapat mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. 

Air itu diminum kemudian sisa air pada cangkir diterawang untuk menyimpulkan apa yang akan terjadi di masa depan. 

Sebagian orang zaman dulu percaya bahwa bekas nafas dari orang yang meminum air di cangkir tersebut dapat memberikan tanda tentang masa depan.

 

Sumber: islamonline 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler