Pemda Diminta Umumkan HET Sembako untuk Tekan Inflasi
Pengumuman HET sembako cegah distributor atau pedagang cari keuntungan berlebihan.
REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Pengamat ekonomi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau Dodi Dermawan menyarankan pemerintah daerah untuk mengumumkan harga eceran tertinggi sembako (HET) di pasar tradisional dan swalayan. Langkah tersebut untuk menekan inflasi pascakenaikan harga BBM.
"Pemda harus mengintervensi harga sembako, kemudian mengumumkan HET untuk mencegah kenaikan harga sembako yang tidak wajar setelah harga BBM naik," kata Dodi, dikutip Ahad (4/9/2022).
Dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji mengemukakan perubahan HET terhadap sembako setiap hari sebaiknya diumumkan di pasar tradisional dan swalayan sehingga konsumen mengetahuinya. Sebagian swalayan di Kepri yang menjual sembako sudah mengumumkan HET terhadap sembako, seperti Swalayan 21 Tanjungpinang. Pengelola swalayan itu menyadari nilai kejujuran dalam menjual barang kebutuhan masyarakat akan menumbuhkan kepercayaan konsumen.
Namun sebagian besar swalayan di Kepri, dan pasar tradisional, termasuk yang dikelola BUMD tidak mengumumkan HET sembako. Sehingga potensial dimanfaatkan oleh distributor atau pedagang yang ingin mencari keuntungan berlebihan setelah harga BBM naik.
"Maka pemda dan satgas pangan harus bergerak dari hulu ke hilir untuk mengawasi, mengevaluasi dan menindak distributor dan pedagang yang nakal. Jangan sampai ada distributor dan pedagang yang menaikkan harga sembako terlalu tinggi dengan alasan pengaruh BBM," ujarnya.
Dodi menjelaskan inflasi pasti terjadi setelah harga BBM naik karena biaya produksi sembako turut naik. Namun kenaikan inflasi dapat ditekan melalui pengawasan dan intervensi pemda. Intervensi yang dilakukan bermacam-macam mulai dari sanksi terhadap pelaku usaha yang nakal hingga operasi pasar.
"Bentuk intervensi itu tergantung hasil evaluasi dari hulu ke hilir," ucapnya.
sum
Dodi menilai wajar pemerintah menaikkan harga BBM. Keputusan itu secara politik ekonomi tentu berat, karena dianggap tidak populer. Namun ada hal yang perlu diprioritaskan terkait kondisi keuangan negara, yang harus dijaga agar tetap stabil.
"Harga BBM naik untuk menjaga APBN agar tetap sehat," katanya.
Presiden Joko Widodo umumkan kenaikan harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter jadi Rp 10.000 ribu per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 per liter jadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax non subsidi dari Rp 12.500 per liter jadi Rp 14.500 per liter.