LPSK Beberkan 7 Kejanggalan Dugaan Kekerasan Seksual Istri Sambo

LPSK menilai tidak ada faktor relasi kuasa di dugaan kekerasan seksual istri Sambo.

ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). Kepolisian melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Brigadir Yosua di rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan sejumlah kejanggalan soal dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawati (PC). Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan TKP dugaan kekerasan seksual di Magelang pada 7 Juli 20222 sebagaimana diyakini Komnas HAM dan Komnas Perempuan adalah di rumah Putri. Sehingga ia merasa heran mengapa Brigadir J berani melakukan aksinya.

"Pertama, kekerasan seksual itu kan terjadinya di rumah milik ibu PC. Jadi TKP dalam penguasaan ibu PC bukan Brigadir J," kata Edwin kepada Republika, Senin (5/9/2022).

Edwin menyebut kejanggalan kedua yaitu tidak terpenuhinya unsur relasi kuasa dalam dugaan kasus ini. Sebab Brigadir J merupakan bawahan PC.

"Nah peristiwa kekerasan seksual itu ada relasi kuasa. Artinya posisi pelaku lebih dominan dari korban," ujar Edwin.

Kejanggalan ketiga, kata Edwin, masih adanya Kuat Maruf (KM) dan Susi (S) di TKP. Kuat dan Susi ialah orang dekat Sambo dan Putri. Sehingga kecil kemungkinan terjadi kekerasan seksual lantaran Putri masih bisa teriak agar terdengar orang lain di rumah itu.

"Ketika dugaan peristiwa kekerasan seksual itu terjadi masih ada orang lain ada KM dan S. Ya artinya kalau itu terjadi nekat sekali almarhum Josua," ucap Edwin.

Kejanggalan keempat, Edwin melanjutkan, Putri masih bertanya kepada Bripka Ricky Rizal (RR) soal keberadaan Brigadir J saat di Magelang. Menurutnya, hal ini aneh sebab Putri berstatus korban dugaan kekerasan seksual saat itu.

"Dari rekonstruksi ada keterangan di mana Putri masih bertanya ke RR soal J. Jadi korban masih bertanya tentang terduga pelakunya itu sesuatu yang unik juga," sebut Edwin.

Bahkan, kejanggalan berikutnya ialah Brigadir J masih menghadap Putri di kamar pribadinya di Magelang pada 7 Juli pasca dugaan kekerasan seksual terjadi. "Kan pertanyaannya bagaimana bisa ya korban kekerasan seksual umumnya alami trauma, depresi, kebencian terhadap pelaku kok masih bisa ketemu terduga pelakunya," ungkap Edwin.

Hal yang janggal selanjutnya saat Brigadir J masih bertemu dan bersama-sama sejak dari Magelang hingga ke Jakarta. Bahkan hingga ke rumah Sambo di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.

"Josua dan PC masih satu rombongan pulang ke (rumah) Saguling," ucap Edwin

Kejanggalan terakhir adalah ketika Brigadir J masih tinggal seatap dengan Putri sejak kejadian dugaan kekerasan seksual hingga di Jakarta. Tak ada upaya memisahkan Putri agar tak lagi se-rumah dengan Brigadir J bila dugaan kekerasan seksual itu benar terjadi.

"Itu rumah PC, sementara Josua terduga pelaku. Kok korban masih mau tinggal dengan terduga pelaku," ujar Edwin.

Sebelumnya, dalam salah satu poin kesimpulannya Komnas HAM tetap menyatakan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J. Namun demikian, Komnas HAM mengakui adanya obstruction of justice atas peristiwa kematian Brigadir J. Salah satunya membuat narasi bahwa peristiwa terjadi di Duren Tiga dan dilatarbelakangi tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap Putri serta menembak Bharada RE

"Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam laporan akhir hasil investigasi yang dibacakan pada Kamis (1/9/2022).

Diketahui, Putri Candrawati menyusul suaminya Ferdy Sambo menjadi tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J. Selain itu, ada dua ajudan dan satu asisten rumah tangga merangkap sopir dalam kasus Brigadir J.

Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maaruf atau KM. Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.



Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler