Pedagang di Sulsel Setop Jual BBM Eceran
Harga BBM yang terlampau tinggi dan kurangnya modal menjadi alasannya.
REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Sejumlah pedagang eceran BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis bensin menghentikan usahanya sebagai dampak dari kenaikan BBM di Sulawesi Selatan. Salah satunya Haji Memang, warga Galesong Kabupaten Takalar, Sulsel yang menyatakan berhenti menjual bensin sementara waktu, lantaran harga yang melambung tinggi.
"Kita ambil di SPBU lumayan naik harganya, sekarang tidak tahu mau dijual berapa. Tentu kita harus tambah modal, itu pun masih ada warga yang susah mau beli kalau liat jumlahnya di botol sedikit," kata dia.
Dampak kenaikan BBM ini mengakibatkan Haji Memang hanya bergantung pada toko klontong yang dimiliki, sementara bensin tidak lagi jual sejak dua hari ini.
Selain Haji Memang, Daeng Baji, Haidir dan beberapa warga sekitar yang merupakan pedagang ecer BBM menghentikan aktifitas berdagang bensin. Alasannya didominasi karena harga BBM yang terlampau tinggi dan kurangnya modal untuk menambah modal penjualan bensin ecer.
Berdasarkan ketetapan pemerintah, harga BBM resmi naik yakni Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 per liter jadi Rp 6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp 14.500 per liter berlaku pada pada Sabtu 3 September 2022, mulai pukul 14.30 WIB.
Sementara itu, Muliati warga Takalar sebagai pengecer bensin juga mengeluh atas kenaikan BBM. Jika Ia biasanya bisa menjual bensin seharga Rp 5 ribu per botol kecil, kini terbilang susah, karena kenaikan BBM terbilang sangat tinggi.
"Padahal, pelanggan saya kebanyakan anak sekolah, mereka membeli yang harga Rp 5 ribu. Sekarang modalnya naik hampir Rp 100 ribu," kata dia.
Muliati menjadi pengecer bensin dengan pengambilan Rp 285 ribu per 1 jerigen sebelum harga BBM naik, sementara sekarang harganya Rp 365 ribu. Muliati kesulitan jika harus menaikkan harga bensin per botolnya, maka ia memilih untuk mengurangi volume bensin per botol. Sebab tidak banyak masyarakat yang mau membeli di atas harga Rp 10 ribu.
"Kalau mau isi seperti yang dulu, susah terjual harga Rp13-15 ribu, kebanyakan hanya mau beli Rp 10 ribu per botol," kata dia.