Sering Mendengkur Bisa Jadi Tanda Kanker, Perlukah Khawatir?

Para peneliti menyebut, sering mendengkur bisa menjadi indikasi kanker.

The Guardian
Sering mendengkur bisa jadi tanda kanker. (Ilustrasi)
Rep: Rahma Sulistya Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan tidur yang memengaruhi jutaan orang Amerika setiap tahunnya. Gangguan tidur yang dimaksud di antaranya mendengkur keras, terengah-engah, dan kantuk pada siang hari. Gejala-gejalanya disebabkan oleh penyumbatan saluran udara saat tidur, yang mengakibatkan orang-orang kesulitan bernapas sepanjang malam.

Baca Juga


Meskipun menjengkelkan bagi mereka yang mendengkur dan bagi mereka yang tinggal bersama pendengkur, para peneliti menyebut itu bisa menjadi indikasi kanker. Menurut penelitian yang dipresentasikan pada konferensi medis di Barcelona pada Senin (5/9/2022), orang yang kelebihan berat badan atau obesitas bisa menderita diabetes. Mereka yang merokok atau mengonsumsi alkohol juga termasuk yang paling berisiko.

Para ahli kesehatan dari Swedia mengatakan, mendengkur mungkin ada hubungannya dengan kekurangan oksigen yang didapat pendengkur pada malam hari. Menurut American Medical Association, di Amerika Serikat ada sekitar 30 juta orang menderita sleep apnea, tetapi hanya enam juta orang yang didiagnosis dengan kondisi tersebut.

Data itu didapat dari 62.811 pasien yang diamati di Swedia, lima tahun sebelum mereka memulai pengobatan untuk gangguan tersebut. Mereka menemukan, orang yang menderita kasus gangguan tidur yang parah berisiko lebih besar mengalami pembekuan darah di pembuluh darah mereka.

Peneliti dan konsultan senior di Universitas Uppsala Swedia, Andreas Palm, mengatakan pasien dengan OSA memiliki peningkatan risiko kanker. “Namun belum jelas apakah ini karena OSA itu sendiri atau karena faktor risiko terkait kanker seperti obesitas, penyakit kardiometabolik, dan faktor gaya hidup,” kata dia.

Temuan penelitiannya menunjukkan bahwa kekurangan oksigen karena OSA secara independen terkait dengan kanker. Mereka mengurutkan pasien menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah 2.093 pasien yang memiliki gangguan dan didiagnosis dengan kanker sebelum ada diagnosis OSA. Kelompok kedua adalah mereka yang memiliki kelainan tetapi tidak ada kanker.

Studi ini mengukur jumlah gangguan pernapasan yang dialami pasien saat tidur dan menilai mereka pada Apnea Hypopnea Index (AHI). Mereka juga melihat berapa kali kadar oksigen dalam darah turun tiga persen selama setidaknya 10 detik setiap jam, Oxygen Desaturation Index (ODI).

Menurut hasil dengan para peneliti juga mempertimbangkan faktor-faktor seperti ukuran tubuh, masalah kesehatan lainnya, dan status sosial ekonomi, pasien dengan kanker umumnya memiliki lebih banyak gangguan selama tidur mereka dan memiliki OSA yang lebih parah.

“Pasien-pasien ini diukur dengan rata-rata AHI 32 berbanding 30, dan ODI 28 berbanding 26. Dalam analisis subkelompok lebih lanjut, ODI lebih tinggi pada pasien dengan kanker paru-paru (38 berbanding 27), kanker prostat (28 berbanding 24), dan melanoma ganas (32 berbanding 25),” ujar Palm.

Namun, para peneliti mengatakan penelitian tersebut tidak dapat menunjukkan bahwa OSA menyebabkan kanker, dengan faktor gaya hidup seperti aktivitas fisik dan preferensi makanan yang tidak diperhitungkan secara menyeluruh dalam penelitian tersebut. Tim peneliti merencanakan lebih banyak penelitian dengan peningkatan jumlah pasien dan mengikuti mereka dari waktu ke waktu. Hubungan antara OSA dan kanker masih kurang pas dibandingkan hubungan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, resistensi insulin, diabetes, dan penyakit hati berlemak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler