Keindahan Seni Islam dan Rahasia di Balik Mewahnya Perhiasan Cartier
Cartier, menggelar pameran unik di Dallas Museum of Art (DMA).
REPUBLIKA.CO.ID,DALLAS -- Perusahaan raksasa yang bergerak dalam produksi perhiasan mewah asal Prancis, Cartier, menggelar pameran unik di Dallas Museum of Art (DMA). Pameran ini menggabungkan lebih dari 400 objek dari arsipnya serta pinjaman dari lembaga lembaga budaya lain.
Karya yang paling memukau pengunjung adalah pada Cartier and Islamic Art: In Search of Modernity, yang dipajang di DMA hingga 18 September 2022. Pameran Cartier ini berfokus pada pengaruh berkelanjutan seni Islam, memamerkan karya-karya indah seni yang dibuat dengan batu mulia seperti berlian, rubi, dan pirus, dan logam seperti platinum dan emas di samping artefak Islam.
Pameran itu menelusuri bagaimana para desainer Cartier mengadaptasi bentuk dan teknik dari seni, arsitektur, dan perhiasan Islam, serta bahan-bahan dari India, Iran, dan wilayah Arab. Kemudian mensintesisnya menjadi bahasa gaya modern yang dapat dikenali yang unik untuk Maison Cartier.
"Belum pernah ada pameran sedetail dan tepat dalam mempelajari proses kreatif di Cartier," kata Direktur Citra, Gaya dan Warisan Merek Cartier, Pierre Rainero, kepada New York Times, dilansir TRT World, Rabu (7/9/2022).
Merek Cartier sendiri didirikan pada 1847 dan memulai komersialnya pada 1899, ketika Louis Cartier membuka butik Cartier pertama di Paris. Setelah butik ini dibuka, Cartier juga membuka butik lain di wilayah lain, yakni di London.
Kolumnis untuk Wall Street Journal, Lee Lawrence mengatakan, pameran itu menceritakan kisah yang kompleks dan menarik, yang dimulai pada awal abad ke-20. Abad itu adalah ketika masuknya seni Islam melepaskan gelombang minat baru di Eropa dan Amerika dalam seni yang berasal dari Spanyol dan Mesir Moor hingga Iran dan India Mughal.
Lawrence merujuk pada kostum "Ballets Russes" yang dirancang oleh Leon Bakst, serta celana harem dalam pakaian Paul Poiret. Juga ilustrasi cerita seperti 'Seribu Satu Malam', wallpaper, tekstil, dan keramik meniru desain Persia, Arab, dan lainnya.
Situs web Cartier menjelaskan, pameran itu membawa siapapun ke dalam sebuah perjalanan ke Paris pada awal abad ke-20. Di pameran ini dipajang arsip buku-buku tentang arsitektur dan ornamen dari perpustakaan Louis Cartier, serta potongan-potongan karya seni Islam dari koleksi pribadinya, yang tersedia sebagai sumber daya bagi para desainer.
Selain itu, Cartier juga memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh melalui perjalanan adik bungsu Lois, Jacques Cartier melalui India dan Teluk Persia. Cartier akan mengumpulkan perhiasan antik dan kontemporer, dan menggunakannya sebagai inspirasi atau membongkarnya untuk diintegrasikan ke dalam desain baru.
Sarah Kuta, yang menulis untuk Majalah Smithsonian, menyebut hubungan Cartier dengan seni Islam sebagai hubungan cinta. Kuta memaparkan, Cartier bersaudara, yaitu Louis, Jacques dan Pierre, mendapat inspirasi dari India, Iran, Afrika Utara, Semenanjung Arab, dan sekitarnya untuk mengembangkan gaya khas merek tersebut, yang berevolusi dari Neoklasikisme ke Art Nouveau hingga Art Deco.
"Lini perhiasan Tutti Frutti dari 1920-an dan 30-an, misalnya, menggabungkan batu rubi, zamrud, dan safir dalam bentuk bunga, beri, dan daun yang ditemukan dalam perhiasan tradisional India Mughal," demikian penjelasan Sarah Kuta.
Karena itu, di dalam pameran Cartier kali ini tersimpan pengaruh-pengaruh khazanah Islam. Maka tak heran, Cartier berhasil secara spektakuler selama 175 tahun terakhir membangun karya agung, sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Cartier berhasil mengambil supremasi Islam dan menjadikan itu sebagai miliknya, melalui desain geometris yang rumit dan permata bertingkat.
Sumber: