Kasasi KM 50 Ditolak MA: PA 212 Sebut Hukum Sudah Rusak, Singgung Satgasus Merah Putih

"Pengadilan dagelan dan terbukti semuanya dibuka oleh Allah," ujar Novel.

Antara/Sigid Kurniawan
Wakil Sekjen PA 212 Novel Bamukmin mengkritisi putusan kasasi KM 50 yang ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin mengkritik penolakan kasasi kasus unlawful killing oleh Mahkamah Agung (MA). Ia menduga hal itu terjadi lantaran sendi-sendi hukum di Tanah Air sudah mengalami kerusakan.

Baca Juga


"Sehingga upaya hukum sudah rusak, menghancurkan keadilan," kata Novel kepada Republika, Selasa (13/9/2022).

Novel mengungkapkan, pihak keluarga korban kasus KM50 sejak awal tidak mau terlibat dalam proses hukum. Sebab, menurutnya pihak keluarga sudah tak percaya dengan penegakan hukum. "Pengadilan dagelan dan terbukti semuanya dibuka oleh Allah," ujar Novel.

Novel menduga, ada maksud di balik proses hukum kasus KM50 yang bisa mulus memihak kepada para terdakwa. Ia menuding adanya aliran uang hingga memperlancar proses hukum itu.

Atas dasar itulah, ia pesimis kasus KM50 bisa memihak korban kalau diteruskan ke tahap Peninjauan Kembali (PK). Ia menuding Satgasus Merah Putih berada di balik kasus KM50.

"Karena duit satgasus sangat menggiurkan sehingga dapat mengatur segala kepentingan rezim ini. Apalagi sampai langkah ke depan setelah kasasi sudah ditebak duit satgasus merah putih sampai tingkat PK maka kasus KM50 akan mulus dan lancar pelakunya bebas," tuding Novel.

Di sisi lain, Novel juga pesimis dengan pernyataan Kapolri soal membuka kembali kasus KM50 bila ada bukti baru. Namun menurutnya pernyataan itu sebenarnya instruksi melenyapkan barang bukti kasus tersebut. 

"Sebenarnya apa yang disampaikan Kapolri untuk siap kembali membuka kasus KM50 jika ditemukan novum baru nah dengan kata-kata ini sebenarnya bisa ditafsirkan sebagai instruksi menghilangkan novum karena novum itu ada di kepolisian berupa CCTV yang dihilangkan satgasus merah putih," ucap Novel.

Dalam kasus unlawful killing terhadap enam anggota Laskar FPI pada 2020, dua terdakwa, anggota Resmob Polda Metro Jaya, dituntut 6 tahun penjara. JPU menggunakan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dasar sangkaan. 

Tetapi dalam putusan PN Jaksel, Jumat (18/3/2022), majelis hakim menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella melakukan pembunuhan tersebut, atas dasar terpaksa dan pembelaan diri. Sehingga menurut hakim PN Jaksel, dua anggota Polda Metro Jaya tersebut tak bisa dijatuhi hukuman pidana.

Atas putusan tersebut, hakim memerintahkan dua terdakwa itu dibebaskan. Putusan bebas itu diperkuat oleh penolakan kasasi JPU di MA. 

 

Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler