Kemen ESDM: Perpres EBT Terbit Pekan Ini

Perpres diyakini ESDM memudahkan investor melakukan pengembangan pembangkit EBT

ANTARA/Reno Esnir
Teknisi memeriksa saluran uap air panas dari separator di Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memastikan Peraturan Presiden tentang Energi Baru Terbaukan akan keluar pada pekan ini. Dengan keluarnya aturan ini, maka akan semakin memudahkan investor melakukan pengembangan pembangkit berbasis EBT di Indonesia.
Rep: Intan Pratiwi Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memastikan Peraturan Presiden tentang Energi Baru Terbaukan akan keluar pada pekan ini. Dengan keluarnya aturan ini, maka akan semakin memudahkan investor melakukan pengembangan pembangkit berbasis EBT di Indonesia.


"Pekan ini terbit. Sudah di teken juga sama Presiden meski secara formal kami belum menerima," ujar Dadan di JCC, Rabu (14/9).

Dadan mengatakan dalam Perpres EBT tersebut, salah satu sektor yang paling diuntungkan adalah sektor pengembangan panas bumi. Project panas bumi, kata Dadan terutama yang ada di Jawa akan mendapatkan privilage agar keekonomian harga listriknya bisa lebih murah.

"Secara khusus nantinya melalui Perpres ini sektor panas bumi akan banyak dapat manfaatnya," ujar Dadan.

Dadan sendiri menjelaskan pada tahun ini ada tambahan PLTP yang beroperasi. PTLP Sokoria di Ende mulai beroperasi dengan kapasitas 5MW. Dengan beroperasinya PTLP Sokoria maka semakin menambah bauran energi. Total sudah ada 91 MW tambahan panas bumi yang beroperasi pada tahun ini.

"Ini juga dalam rangka transisi energi dimana PLTP ini bisa menjadi basedload. Jadi ini perlu kita rawat berkelanjutan. Bisa menjadi tambahan PNBP dan pendapatan daerah," ujar Dadan.

Pengembang EBT butuh pendanaan

Sementara itu, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI) Priyandaru Effendi menjelaskan potensi pengembangan panas bumi di Indonesia masih sangat banyak. Hanya saja, dalam sisi pendanaan perlu ada sokongan dari pendanaan dalam negeri.

Priyandaru menilai langkah pendanaan dalam negeri dibutuhkan mengingat pengembangan panas bumi yang high risiko dan butuh dana yang besar dalam tahap eksplorasi. Proses eksplorasi dan pengeboran untuk membuktikan potensi cadangan panas bumi bisa dimonitze ini membutuhkan modal yang besar.

"PT SMI sebenarnya sudah punya skema tersebut, tapi saat ini baru masuk ke pihak BUMN. Kami menanti upaya skema yang sama untuk ke swasta," ujar Priyandaru di JCC, Rabu (14/9).

Priyandaru mengatakan PT SMI saat ini sudah membantu PT Geodipa Energi untuk tahap eksplorasi. Saat pengeboran dilakukan dan ternyata dryhole, maka pengembalian investasi bisa dilakukan hanya 50 persen.

"Karena risiko kegagalan itu bisa 50 persen kalau panas bumi. Jadi kami menilai negara perlu hadir jika ingin mengakselerasi pengembangan panas bumi ini," ujar Priyandaru.

Saat ini, pendanaan internasional memang mengarah ke green financing. Namun, kata Priyandaru suku bunga pinjamannya masih sangat besar berkisar 6-7 persen. "Hal inilah yang mempengaruhi harga jual listrik kami ke PLN," tambah Priyandaru.

Untuk itu, menurut dia, apapun peluang pendanaan murah maupun kerjasama teknologi diperlukan untuk pengembangan panas bumi di Indonesia. "Hal ini akan sangat mempengaruhi cost of fund kita yang nantinya membuat harga jual listrik tentu saja lebih kompetitif," ujar Priyandaru. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler